DPR Wanti-wanti Pemerintah Soal Peluang UN Kembali Diterapkan: Jangan Jadi Kemunduran
ERA.id - Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mewanti-wanti pemerintah dalam mengkaji sejumlah kebijakan di bidang pendidikan, termasuk soal peluang ujian nasional (UN) kembali diterapkan. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru membawa kemunduran.
Dia mengatakan, setiap aturan pada dasarnya memiliki kelemahan. Namun, kelemahan itulah yang seharusnya diperbaiki.
"Jadi, setiap aturan, apapun, pasti ada celah kelemahnnya. Nah, ini yang harus kita perbaiki gitu. Jadi apakah UN akan digunakan atau tidak, kita juga jangan set back," kata Hetifah.
Dia menilai, UN memang perlu dipertimbangkan apakah akan menjadi penentu kelulusan atau hanya sebagai data dan informasi terkait peta kondisi pendidikan secara menyeluruh.
Di sisi lain, dia menyinggung soal kelemahan UN yang dinilai kerap menakutkan dan membuat siswa menjadi stress. Selain itu, kebocoran soal juga menjadi persoalan tersendiri.
"Karena mereka tahu UN menjadi satu-satunya alat untuk nanti juga masuk mungkin ke sekolah yang lebih tinggi, pakai UN. Nah akhirnya UN nya juga disalahgunakan," ucap Hetifah.
Apapun yang menjadi keputusan pemerirntah, kata Hetifah, pihaknya selalu terbuka. Hanya saja, perlu didukung dengan data.
"Intinya kita memang perlu data yang bisa dimanfaatkan secara nasional untuk bisa membandingkan kondisi dan hasil belajar atau pendidikan dari satu daerah dengan daerah lain, dari satu sekolah dengan sekolah lain, dari satu golongan ekonomi dengan yang lain. Itu sebenarnya," katanya.
"Biar nanti kalau kita punya anggaran, kita itu mau memecahkan masalah yang mereka tertinggal itu. Jadi nanti gap pendidikan yang sekarang antara desa sama kota masih besar, antara wilayah masih besar, itu yang perlu digunakan untuk itu," sambungnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti akan mempertimbangkan semua kebijakan yang dibuat dengan seksama dan hati-hati. Termasuk, kata dia, perlu atau tidaknya Ujian Nasional (UN) kembali diterapkan.
"Jadi soal Ujian Nasional, soal zonasi, apalagi ya yang sekarang masih menjadi perdebatan. Nanti kami lihat semuanya secara sangat seksama dan kami akan sangat berhati-hati," kata Mu'ti di Kantor Kemendikbud Ristek, Jakarta Selatan, Senin (21/10).
Selain itu, Mu'ti juga akan mengkaji pelaksanaan Kurikulum Merdeka yang baru saja diterapkan pada akhir Maret 2024.
Mu'ti menegaskan, pihaknya tidak akan terburu-buru untuk dalam mengambil kebijakan terutama beberapa hal yang saat ini menjadi polemik di masyarakat salah satunya soal UN dan Kurikulum Merdeka.
"Jadi kami ingin agar kebijakan Kementerian Pendidikan dan Menengah adalah kebijakan yang memang sesuai dengan apa yang menjadi aspirasi masyarakat," ujarnya.