Pembunuh Kacab BRI Ternyata Pernah Bobol Rekening Dormant Rp204 M, Kacab BNI Jabar Jadi Tersangka
ERA.id - Dua pelaku pembunuhan Kepala Cabang Pembantu (KCP) Bank BRI Cempaka Putih, Mohamad Ilham Pradipta, Candy alias Ken dan Dwi Hartono tercatat sebagai spesialis pembobolan rekening dormant. Dari pembobolan itu para pelaku berhasil mengambil Rp204 miliar.
Barang bukti uang senilai Rp204 miliar dari rekening dormant itu ditampilkan Bareskrim dalam konferensi pers Kamis (25/9/2025). Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf mengatakan sebanyak sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
"Dari sembilan pelaku di atas terdapat dua orang tersangka berinisial C dan K serta DH sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant, yang juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kacab BRI cabang Cempaka Putih berinisial MIP yang saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya," kata Helfi saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Helfi menjelaskan kasus berawal ketika para pelaku mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset dan melakukan pertemuan dengan Kacab BNI di Jawa Barat. Mereka merencanakan untuk memindahkan dana dari rekening dormant.
"Jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset melakukan pertemuan dengan Kepala Cabang Pembantu salah satu Bank BNI yang ada di Jawa Barat untuk merencanakan pemindahan dana pada rekening dormant," ucapnya.
Para pelaku ini meminta Kacab BNI untuk menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan kacab. Kacab tersebut diancam dirinya dan keluarganya akan dibunuh jika menolak memberi bantuan. Alhasil, Kacab BNI itu mau ikut melakukan kejahatan.
Akhirnya disepakati pembobolan dilakukan akhir Juni 2025, yakni pada hari Jumat pukul 18.00 WIB. Waktu itu dipilih untuk menghindari sistem deteksi bank.
Saat eksekusi, Kacab BNI itu kemudian menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan kacab ke salah satu pelaku. Sindikat ini lalu melakukan pemindahan dana sebesar Rp204 miliar dari rekening dormant.
"Dengan melakukan pemindahan dana secara in absentia senilai Rp204.000.000.000 ke lima rekening penampungan yang dilakukan 42 kali transaksi dalam waktu 17 menit," ungkapnya.
Pihak bank kemudian menyadari adanya transaksi mencurigakan. Perbankan lalu melapor ke Bareskrim Polri.
Pengusutan dilakukan hingga akhirnya penyidik menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Helfi kemudian merincikan peran para tersangka itu, termasuk Ken dan Dwi Hartono, yakni sebagai berikut.
1. AP (50) selaku Kepala Cabang Pembantu, perannya memberikan akses ke aplikasi Core Banking System kepada pelaku pembobol bank untuk melakukan transaksi pemindahan dana secara in absentia;
2. GRH (43) selaku consumer relations manager, perannya sebagai penghubung antara kelompok jaringan sindikat pembobol dengan kepala cabang pembantu;
3. Candy alias Ken (41), selaku mastermind atau aktor utama dari kegiatan pemindahan dana tersebut dan mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia;
4. DR (44), perannya sebagai konsultan hukum yang melindungi kelompok pelaku pembobol bank serta aktif di dalam perencanaan eksekusi pemindahan dana secara in absentia;
5. NAT (36), dengan peran sebagai eks pegawai bank yang melakukan akses ilegal aplikasi core banking system dan melakukan pemindah bukuan secara in absentia ke sejumlah rekening penampungan;
6. R (51) dengan peran sebagai mediator yang bertugas mencari dan mengenalkan kepala cabang kepada pelaku pembobol bank dan menerima aliran dana hasil kejahatan;
7. TT (38) dengan peran sebagai fasilitator keuangan ilegal yang bertugas mengelola uang hasil kejahatan dan menerima aliran dana hasil kejahatan;
8. Dwi Hartono (39) dengan peran sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobol bank untuk melakukan pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir;
9. IS (60), perannya sebagai pihak yang bekerja sama dengan pelaku pembobol bank yang menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.
Para pelaku dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Jo Pasal 55 KUHP.
Kemudian disangkakan Pasal 46 ayat (1) Jo Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Lalu juga dijerat Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
Kesembilan tersangka ini juga dikenakan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang