Pencabutan Obat Kanker, Salahi Aturan dan Rugikan Pasien

Jakarta, era.id - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch mengecam dicabutnya dua obat kanker kolorektal (usus besar dan anus) jenis Bevacizumab dan Cetuximab dari Formularium Nasional (Fornas) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Itu artinya kedua obat tersebut tidak lagi ditanggung BPJS Kesehatan per 1 Maret 2019.

Hal ini tertuang pada Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/707/2018. Akibatnya pasien JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) yang membutuhkan kedua obat ini harus merogoh koceknya sendiri.

"Keputusan Menkes ini akan menurunkan manfaat bagi peserta JKN penyintas kanker sehingga peserta JKN dirugikan," kata koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar saat ditemui di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (20/2).

Menurut Timboel keputusan tersebut akan mempersulit para penyintas dalam memperpanjang harapan hidup serta meningkatkan kualitas hidupnya. Sebab  Ikatan Dokter Bedah Digestif Indonesia (IKABI) merekomendasikan kedua obat tersebut masih dibutuhkan oleh pengidap kanker kolorektal.

Timboel juga menduga pemerintah tidak belajar dari kejadian yang menimpa penyintas kanker sebelumnya. Salah satu kasusnya, pada kasus Ibu Yuni sebagai penyintas yang berjuang untuk menolak dikecualikannya obat kanker Transtuzumab (kanker payudara HER2 positif) dari Fornas tahun lalu.

Obat itu, tak lagi ditanggung BPJS Kesehatan mulai 1 April 2018, sehingga memunculkan gugatan dari Juniarti (46), pengacara dan bekas wartawan sebuah majalah perempuan kepada pemerintah.

"Keputusan Menkes ini bertentangan dengan "Pasal 22 ayat 1 UU SJSN jo Pasal 46 ayat 1,2, dan 3 Peraturan Presiden 82/2018, yang memasukan obat sebagai salah satu yang ditanggung program JKN," ujarnya.

Oleh karena itu mereka meminta kepada pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk "menghentikan pembuatan regulasi yang malah menurunkan manfaat pelayanan kesehatan bagi peserta JKN," tegasnya.

Merugikan Penyintas

Dicabutnya obat Bevacizumab dan Cetuximab tentu berdampak kepada para penyintas kanker kolorektal. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) dokter Hamid Rochanan mengatakan kalau obat-obat itu akan membuat para penyintas kanker kembali sakit.

Untuk harganya obat kanker jenis ini memang tidak murah. Berdasarkan informasi yang didapat, harga untuk 100 mili obat kanker itu harganya bisa mencapai 15 juta. 

Sementara para penyintas harus menghabiskan setidaknya 4-5 untuk pengobatan. Bisa kita bayangkan berapa kocek yang harus dirogoh apabila BPJS mencabut jenis obat kanker ini bagi para penyintas.

Tag: bpjs kesehatan