Mengevaluasi Presidential Treshold Lewat Kacamata Mahfud MD
Jakarta, era.id - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai ada yang perlu diperbaiki pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang digunakan sebagai dasar hukum menyelenggarakan Pemilu 2019.
Salah satunya adalah sistem pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ada syarat yang harus dipenuhi, diusung gabungan partai politik dengan ambang batas jumlah kursi di parlemen sebanyak 20 persen alias Presidential Treshold, ceunah.
"Saya setuju treshold harus ada. Tapi, apa harus 20 persen? Itu perlu ditinjau lagi, melihat pengalaman sekarang, polarisasinya begitu tajam dan panas," ujar Mahfud di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (24/4) malam.
Mahfud menjelaskan, ada alternatif lain yang bisa digunakan sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Ambang batas masih digunakan, namun cukup menggunakan sistem ambang batas partai politik (parliementary treshold) minimal empat persen di parlemen.
"Partai yang punya kursi di DPR berdasarkan pemilu sebelumnya berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu yang berjalan nanti."
Wacana ini, kata Mahfud, akan ia lontarkan pada rencana Program Legislasi Nasional (Prolegnas) bersama presiden terpilih di pada Oktober mendatang.
Selain ambang batas, evaluasi dan revisi UU Pemilu bersama pemerintahan baru nanti juga akan membahas beberapa hal lain. Beberapa di antaranya seperti sistem kerja petugas KPPS, wacana pemisahan pemilu nasional dan daerah, makna pemilu serentak, dan sebagainya.
"Saya usul ini dibahas di tahun pertama. Mumpung masih fresh. Karena kalau masuk tahun ketiga dan keempat seperti kemarin, KPU sudah terbentuk, UU belum jadi. Tawar menawar atau "jual dagang sapi" terjadi di situ."
"Kalau ingin baik, UU politik terutama UU penyelenggaraan pemilu ini harus jadi prioritas pertama perubahan."