Rapor Merah Keterbukaan Informasi Pemprov DKI Jakarta
Peneliti AJI Mawa Kresna menjelaskan, penelitian ini menggunakan metode the Freedom Of Information Advocates Network (FOIAnet) dengan tiga penilaian, yakni proactive disclosure, institutional measures, dan processing request.
Pada indikator pertama, proactive disclosure, Pemprov DKI Jakarta mendapat rapor kuning dengan skala nilai 33 hingga 66. Indikator ini menilai penanggung jawab informasi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
"Soal proactive disclosure, apakah lembaga membuka infomasi siapa yang bertanggung jawab? Apakah PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) ada? Kontaknya ada? Di Pemprov DKI tidak sepenuhnya komplet juga, ternyata tidak ada patokan siapa yang bertanggung jawab," ujar Kresna kepada wartawan, Kamis (25/4/2019).
Kedua, indikator institutional measures, yang mengukur bagaimana penerapan pemenuhan hak publik atas informasi serta pengawasan oleh oversight body. Dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta mendapat rapor merah karena nilainya di bawah 33.
"Patokannya adalah ada tidaknya petugasnya yang jaga di sana. Siapa yang bertanggung jawab juga kami tidak dapat itu," ungkap Kresna.
Terakhir, indikator processing request yang merupakan mengukur respon dan tindaklanjut atas permohonan informasi. Dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta kembali meraih rapor merah.
Kresna bilang, atas nama pribadi dia pernah mencoba meminta salinan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2014 mengenai pajak rokok, namun tak dilayani sama sekali.
"Kami enggak dapat konfirmasi dan respons. Padahal, di peraturan itu 10 hari, plus 7, plus berapa gitu. Artinya, setelah 10 hari kerja nggak ada respons. Baru kemudian ini enggak ada respons dari mereka sesuai aturan yang sudah ada," tutur dia.
Penilaian itu, lanjut Kresna, sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Walaupun sudah berjalan 10 tahun, namun dia melihat keterbukaan informasi belum dilakukan maksimal di Pemprov DKI Jakarta.
"Jadi kami ingin melihat penerapan UU Keterbukaan Publik setelah lebih dari 10 tahun berjalan," ujar Kresna.
Pemprov DKI Jakarta mengklarifikasi
Kepala Diskominfotik DKI Jakarta Atika Nur Rahman membantah penilaian AJI soal rendahnya keterbukaan informasi publik di Ibu Kota. Atika bilang Pemprov DKI Jakarta telah mempublikasi seluruh daftar informasi publik yang terklasifikasi sesuai dengan ketentuan UU No. 14 Thn 2008 tentang KIP.
"Informasi publik tersebut diklasifikasikan menjadi informasi publik tersedia setiap saat, informasi berkala, informasi serta merta maupun informasi yang dikecualikan melalui mekanisme pengujian konsekuensi oleh Pejabat PPID," kata Atika.
Dalam hal dukungan terhadap implementasi UU KIP, Atika bilang Pemprov DKI Jakarta telah mengatur Pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), mulai dari PPID Utama pada tingkat Provinsi hingga PPID Perangkat Daerah/SKPD/UKPD.
Selan itu, kata dia, Pemprov DKI Jakarta juga telah memaksimalkan fungsi PPID dalam hal meregistrasi dan melayani permohonan informasi publik serta mengelola informasi publik menggunakan Sistem Informasi PPID (SI PPID) yang sudah digunakan oleh seluruh SKPD/UKPD di Pemprov.
Atika juga menyebut semua informasi telah dipublikasikan secara proaktif. Informasi mengenai Pemprov DKI Jakarta bisa diakses melalui jakarta.go.id, ppid.jakarta.go.id, dan data.jakarta.go.id.
"Hal ini tentu saja telah memenuhi poin indikator riset AJI, yaitu Informasi telah dipublikasikan secara proaktif atau proactive disclosure, institutional measures, dan processing request," ungkap Atika.
Dengan demikian, Atika membantah adanya penolakan permohonan informasi AJI. Dia mengimbau AJI memeriksa kembali evaluasinya.
"Tidak ditemukan adanya permohonan informasi publik atas nama Aliansi Jurnalis Independen yang menanyakan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pajak Rokok," pungkasnya.