Studi Banding DPR Jadi Sorotan Jokowi

Jakarta, era.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyindir lembaga negara baik eksekutif maupun legislatif perihal studi banding ke luar negeri dalam Pidato Kenegaraan dalam Rangka HUT Ke-74 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Dia mengatakan ini dihadapan seluruh anggota parlemen dalam pidato kenegaraan 'Sidang Bersama DPR-DPD RI', di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Jokowi mengatakan, informasi umum tentang suatu negara bisa didapatkan menggunakan ponsel tanpa harus melakukan studi banding ke luar negeri.

"Untuk apa studi banding jauh-jauh sampai ke luar negeri? Padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smartphone kita," ujar Jokowi.

"Di sini juga ada semuanya. Saya kira ini juga relevan untuk Bapak-Ibu anggota dewan," tuturnya sambil menunjukan ponsel berwarna hitam.

Berdasarkan catatan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), DPR periode 2014-2019 menyelesaikan 27 Undang-Undang dari 187 yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas). 

Peneliti Formappi Lucius Karus menganggap capaian ini adalah terendah yang pernah ditorehkan oleh DPR selama era reformasi.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, sindiran Jokowi soal studi banding lebih cocok diarahkan kepada eksekutif negara seperti menteri.

Menurut Fahri, kebiasaan DPR RI melakukan studi banding atau kunjungan kerja itu sebenarnya lebih bertujuan untuk melakukan diplomasi, bukan sekadar plesiran.

"Kalau DPR itu kan fungsinya fungsi politk diplomasi. Kalau eksekutif itu kan studi banding, kalau DPR berdiplomasi," kata Fahri.

"Lobi-lobi internasional itu dilakukan oleh lembaga politik seperti DPR tapi kalau pemerintah itu kan pelajaran teknis," imbuhnya.

Fahri tak Jokowi menyindir anggota parlemen dalam pidatonya. Menurut Fahri, Jokowi menyindir kabinetnya sendiri. 

"Harusnya ini yang kaget ini kabinet. Karena kabinetnya yang dikritik oleh Pak Jokowi tadi. Lebih banyak itu saya lihat," kata politikus yang pernah dipecat PKS ini.

Tag: jokowi ketua dpr