Menunggu Sikap Jokowi soal Panitia Seleksi Capim KPK
Ketua pansel capim KPK Hendardi menegaskan, 10 nama yang bakal disampaikan kepada Jokowi sudah melalui proses seleksi ketat dan profesional.
"Pagi kami rapat, sore jam 15.00 WIB rencananya akan diterima Presiden jika tidak berubah," kata Hendardi saat dihubungi lewat pesan singkat, Senin (2/9/2019).
Dia menambahkan, nama yang bakal disampaikan ke Presiden Jokowi telah memperhatikan masukan dari banyak pihak, termasuk KPK dan tokoh-tokoh antikorupsi.
"Namun tentu saja hal-hal yang sifatnya dugaan atau indikasi yang belum merupakan kepastian tidak dapat dipaksakan kepada kami untuk kami terima sebagai kebenaran," ungkapnya.
Hendardi mengatakan, pansel ini memang mendapat mandat dari Presiden untuk mencari pimpinan KPK yang berintegritas dan mampu memimpin lembaga antirasuah tersebut. Sehingga, mereka akan menjalankan tugasnya sebaik mungkin.
"Kami teguh pada integritas dan independesi kami dalam melakukan proses seleksi yang terbuka.
Ratusan orang mendaftar untuk jadi capim KPK. Pansel capim KPK sudah melakukan tes adminitratif, profile assessment, tes kesehatan, wawancara, dan uji publik. Dari ratusan orang itu, kini tinggal 10 nama yang dirahasikan.
Sebelum masuk ke 10 nama ini, capim KPK menyaringnya jadi 20 nama. Mereka di antaranya adalah: Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Alexander Marwata, Wakabareskrim Irjen Antam Novambar, Kapolda Sumatera Selatan yang juga eks Deputi penindakan KPK Firli Bahuri, Direktur Jaringan dan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko, Wakalpoda Kalbar Sri Handayani, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus yang juga mantan Plt Direktur Penuntutan KPK Supardi.
Gedung KPK (Wardhany/era.id)
Sejumlah nama ditolak
Dari 20 nama itu, dua nama yang kemudian menjadi sorotan, yaitu Wakabareskrim Irjen Antam Novambar dan Kapolda Sumatera Selatan Firli Bahuri.
Antam dituding pernah melakukan intimidasi terhadap eks Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa pada 2015 terkait kasus yang pernah menjerat calon mantan kapolri, yaitu Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Sementara Firli dituding melakukan pelanggaran kode etik saat menjabat Deputi Penindakan KPK karena menemui mantan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang (TGB) ketika lembaga antirasuah melakukan penyelidikan dugaan kasus divestasi saham PT Newmont.
Keduanya sudah mengklarifikasi hal tersebut saat tes wawancara dan uji publik capim KPK.
Antam membantah adanya tudingan dirinya mengintimidasi Tarsa. Sementara Firli, mengatakan dia tidak pernah melakukan pertemuan dengan TGB. Pada 19 Maret 2019, dia sudah diklarifikasi oleh 5 pimpinan KPK dan hasilnya tidak ada pelanggaran kode etik meski kemudian dibantah oleh KPK.
Gedung KPK (Wardhany/era.id)
Sejumlah pihak terus menerus meminta agar Presiden Jokowi memperhatikan kinerja pansel capim KPK tersebut. Beragam cara dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa kecewa dengan kinerja pansel capim KPK.
Koalisi Kawal Capim KPK, misalnya, membuat petisi yang berjudul 'Presiden Jokowi, Coret Capim KPK Bermasalah!'. Petisi online ini diinisiasi oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), YLBHI, Perludem, LBH Jakarta, Pukat UGM, PUSAKO FH UNAND, PSHK, dan Lakpesdam NU. Dilihat era.id pada Minggu (1/9) malam, petisi online ini sudah ditandatangani 76.383.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, petisi ini karena melihat carut marutnya proses seleksi yang dilakukan oleh pansel bentukan Jokowi tersebut.
"Ada dua isu besar. Pertama, pansel tidak memperhatikan integritas dari pendaftar pimpinan KPK. Kedua, pansel mengabaikan isu rekam jejak dari calon pimpinan KPK," kata dia.
Tak hanya itu, beberapa tokoh yang punya perhatian lebih kepada KPK pun menyampaikan hal yang sama. Mahfud MD misalnya, meminta Presiden Jokowi tak salah langkah terkait capim KPK.
"KPK adalah anak kandung reformasi yang telah berhasil membangun optimisme masyarakat tentang masa depan perang melawan korupsi di Indonesia. Oleh sebab itu, jangan bunuh asa masyarakat dengan salah menempatkan komisioner," ungkap mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Syamsudin Haris yang merupakan Guru Besar Politik LIPI juga meminta Jokowi mengambil sikapnya. Sebab, dia khawatir jika ada pimpinan KPK di periode mendatang kemudian punya agenda tersendiri. "Terlampau besar resiko yang harus ditanggung bangsa kita apabila KPK lumpuh dan maling-maling itu berkuasa," tegas dia.
Meski banyak pihak yang meminta Presiden Jokowi bersikap terkait adanya dugaan pansel tak kredibel dalam menentukan capim KPK, tapi, hingga saat ini Jokowi masih belum memberikan tanggapan apapun.
Sebab, Kepala Staff Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan, Presiden menginginkan pansel bekerja mandiri dan tak mau mengintervensi kerja mereka.
"Buat apa tim seleksi kalau diintervensi. Tim seleksi betul-betul mandiri. ... Enggak ada Presiden (Jokowi) intervensi," tegas Moeldoko beberapa waktu lalu.
Moeldoko meminta semua pihak mempercayakan hasil seleksi kepada panitia seleksi yang telah dibentuk meski tim ini dikritisi kinerjanya.
"Sudahlah, percayakan pada tim seleksi. Kalau mau sempurna cari di surga, gitu," kata dia.