Hari Antikorupsi, Ketua DPR Soroti Soal Lobi-Lobi dan 'Tatap Muka'
Ia menyoroti metode “tatap muka” di sektor birokrasi yang bisa menjadi salah satu penyebab KKN. Untuk itu kebijakan seperti penerapan e-tilang, e-samsat, e-procurement, e-budgeting dan e-planning menurutnya harus terus dilakukan disertai kebijakan memangkas regulasi atau debirokrasi untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik menjadi sederhana, cepat, dan transparan, sehingga tidak ada relevansi untuk menyuap.
"Namun kebijakan ini belum sepenuhnya berhasil mencegah tindak pidana korupsi. Karena aksi pencegahan ini ada di hilir. Padahal perilaku koruptif yang lebih berbahaya ada di hulu berupa korupsi kebijakan," katanya kepada wartawan, Senin (9/12/2019).
Mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini mengatakan tindakan korupsi dan perilaku koruptif harus dihilangkan lewat upaya pencegahan dan penindakan. "Tapi, keberhasilan gerakan anti korupsi tidak diukur dari seberapa banyak orang yang ditangkap dan dipenjara, tetapi berdasarkan nihilnya orang yang menjalankan tindak pidana korupsi," imbuhnya.
Sementara itu, DPR mendukung upaya-upaya pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan parlemen dengan menerapkan prinsip DPR terbuka, transparan dan akuntabel.
"Prinsip DPR terbuka membuat publik bisa mengakses semua informasi dan proses yang sedang dan sudah terjadi di DPR ketika sedang menjalankan fungsi anggaran, legislasi dan pengawasan," ucap Puan.
Ketua DPR berjanji akan membuat sistem untuk meminimalkan penyalahgunaan mekanisme lobi, terutama saat menjalankan fungsi legislasi sehingga lobi-lobi yang terjadi dalam penyusunan Undang-Undang tidak berpotensi menimbulkan tindakan korupsi.
"Semua proses itu dilakukan secara terang benderang sehingga publik bisa mengawasi. Ini sekaligus bagian dari prinsip transparansi dan akuntabilitas yang menjadi mekanisme kontrol terhadap DPR dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya. Tentu saja ada mekanisme kontrol internal yang harus lebih dikuatkan lagi," tegasnya.