Pelecehan Seksual di Gereja, Ada Tapi Belum Terdata
Namun Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) membantah data yang dikeluarkan buletin tersebut. Ia tak memungkiri adanya pelecehan yang dilakukan oknum pemimpin agama Katolik.
Dalam buletin tersebut disebutkan sampai saat ini terdapat 21 korban dari kalangan seminaris dan frater, 20 orang suster dan 15 korban lainnya dari kalangan nonreligius. Sementara pelakunnya adalah 33 imam dan 23 awam atau bukan imam.
Pastor diosesan sekaligus Sekretaris Harian Komisi Seminari KWI Joseph Kristanto membantah data yang ditampilkan dalam buletin mingguan milik paroki yang dilayani pada imam Karmel itu.
Sejuah ini, kata Kristanto, data yang dimiliki oleh masing-masing keuskupan dan provinsial atau kongergasi masih berupa informasi dari korban langsung maupun orang lain yang mengetahui atau mendengar adanya pelecahan seksual.
"Dia tidak memberi penjelasan 56 itu. Dari mana jumlah 56 itu? Dia hanya menjumlah tapi dia tidak tahu (dari mana)," kata Kristanto saat dihubungi era.id, Kamis (12/12/2019).
Padahal, menurut Kristanto, kasus pelecehan seksual oleh oknum pimpinan gereja Katolik di Indonesia belum pernah dipetakan dan didata secara resmi. Sehingga data tersebut tidak bisa dibenarkan jika lingkupnya Indonesia.
"Itu kan baru ditangani atau didengarkan. Jadi kalau spesifikasi, ada yang didengarkan, ada yang ditangani, ada yang saya mendengar lalu saya kasihkan anda, lalu anda juga menceritakan atau mendengar saja. Kan belum ada validitasnya. Sayang toh," kata Kristanto.
Salah data tersebut juga dibenarkan oleh Vikjen Keuskupan Pangkalpinang Nugroho Krisusanto, SS.CC. Menurutnya, data mengenai jumlah korban tersebut milik negara lain yang pernah diterbitkan oleh salah satu majalah luar negeri.
Ia menyayangkan ada yang menampilkan data yang bahkan gereja Katolik di Indonesia belum menyusunnya. "Ada di negara lain, Argentina atau Brazil ada 21 seminaris (jadi korban), tapi bukan di Indonesia. Di Indonesia sendiri belum. Hanya sayang buletin itu tidak menyebut korban itu di negara mana," katanya saat dihubungi.
KWI Tak Menutupi
Sekretaris Komisi Kerasulan Awam Komisi Waligereja Indonesia (KWI) Paulus Christian Siswantoko mengakui adanya kasus kekerasan dan pelecahan seksual di dalam Gereja Katolik, termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan karena oknum rohaniwan yang belum memiliki kematangan pribadi yang baik meskipun sudah melewati berbagai tahapan dan tingkatan pendidikan katolik.
"Memang itu kan memang menjadi persoalan gereja Katolik dan memang kami harus jujur bahwa kami sebagai agama juga kadangkala setelah melewati pendidikan agama sekian lama di seminari, seminari tinggi, mendapat pelajaran filsafat teologi, tapi tidak semua mempunyai kematangan pribadi, baik ketika setelah ditasbihkan maupun sebelumnya. Dan ini memang bagi kami menjadi suatu koreksi juga," ungkap Siswantoko di Jakarta, Rabu (12/12/2019).
Kasus kekerasan dan pelecehan seksual sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi hampir di seluruh dunia selama bertahun-tahun, dan Gereja Katolik tidak lagi menutup mata mengenai hal tersebut. Terbukti dengan keluarnya aturan Paus Fransiskus bernama 'Vos Estis Lux Mundi' yang artinya Cahaya Dunia.
Aturan tersebut tidak hanya menjadi landasan hukuman bagi imam, biarawan, dan biarawati yang melanggar tapi juga tanggung jawab seluruh gereja Katolik untuk melaporkan dugaan tindak kejahatan seksual pada semua tingkatan.
"Jadi sekarang tidak perlu lagi untuk menutup nutupilah. Apa yang terjadi harus dibuka, karena itu adalah ketidakadilan bagi para korban dan juga termasuk kejahatan yang harus dituntaskan," kata Siswantoko.
Melihat hal itu, Siswantoko menyatakan saat ini KWI sudah membentuk tim khusus yang diisi oleh para rohaniawan katolik terpilih bernama Badan Kerjasama Bina Lanjut Imam Indonesia (BKBLI) yang bertujuan mengumpulkan data dan membantu rohaniwan Katolik yang memiliki persoalan terkait masalah sexual abuse maupun penyimpangan seksual.
KWI akan menindaklanjuti dan mengusut kasus yang mencoreng nama baik gereja tersebut. Terlebih setelah Paus Fransiskus menerbitkan dokumen 'Vos Estis Lux Mundi', maka saat ini masing-masing Keuskupan Agung dan provinsial wajib mencatat dan mendata. KWI sendiri memfasilitasi dengan menyelenggarakan seminar dan menerbitkan buku berjudul 'Pelayanan Profesional Gereja Katolik dan Penyalahgunaan Wewenang Jabatan'.
Buku tersebut merupakan bahan acuan pedoman perlindungan hak-hak anak dan orang dewasa rentan, protokol, serta kurikulum formasi pelayanan profesional dalam lingkungan Gereja Katolik yang disusun oleh BKBLI sehak tahun 2018
"Supaya sadar ini adalah masalah gini kalau anda tidak hati-hati ya terserah. Tapi nanti uskup akan tegas," katanya.