COVID-19 Kian Merebak, Sudahkah Indonesia Penuhi Anjuran WHO?
Surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus awalnya mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia. Namun, pemerintah setiap negara harus tetap mengambil langkah-langkah kuat lainnya untuk memperlambat laju penyebaran COVID-19. Apalagi WHO telah melihat kasus yang tidak terdeteksi atau terdeteksi pada tahap awal wabah yang mengakibatkan peningkatan signifikan dalam kasus dan kematian di beberapa negara.
Menanggapi surat tersebut, pemerintah Indonesia mengklaim masih terus berkonsultasi dan berkomunikasi dengan WHO terkait dengan rekomendasi langkah-langkah pencegahan dan penyebaran COVID-19 di Indonesia.
“Pemerintah terus berkomunikasi dengan WHO dan menggunakan protokol WHO, serta berkonsultasi dengan para ahli kesehatan masyarakat untuk menangani COVID-19 ini,” ujar Presiden RI Joko Widodo saat konferensi pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/3/2020).
Sebelumnya, hal yang sama juga sudah diungkapkan oleh Ketua Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Dia mengklaim, sembilan protokoler atau rekomendasi langkah-langkah pencegahan dan penyebaran COVID-19 di Indonesia sudah terpenuhi.
“Semua dari protokoler dari WHO akan terpenuhi, apabila ada yang kurang akan kami lengkapi,” ungkap Doni saat konferensi pers di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Sabtu (14/3).
Benarkah Sudah Ikuti Anjuran WHO?
Dalam surat tersebut, WHO merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia untuk membentuk badan tanggap darurat dan mengumumkan darurat nasional. “Tingkatkan mekanisme respons darurat, termasuk mendeklarasikan darurat nasional,” ujar Tedros dalam surat edarannya.
Saat ini, pemerintah Indonesia sudah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang diketuai oleh Kepala BNPB Doni Monardo. Dalam keterangan persnya, Doni juga telah mengumumkan bahwa penyebaran COVID-19 di Indonesia merupakan bencana non-alam.
“Karena virus (korona) ini sudah dikategorikan sebagai pendemik global, maka statusnya adalah bencana non-alam,” kata Doni.
Poin selanjutnya, WHO merekomendasikan agar pemerintah mendidik dan berkomunikasi secara aktif dengan menerapkan komunikasi risiko yang tepat dan melibatkan komunitas. Selain itu, WHO menyarankan memperluas deteksi kasus secara intensif serta pelacakan kontak untuk mengetahui secara pasti di wilayah Indonesia mana saja yang terjadi penularan aktif.
Perkembangan terakhir, pasien positif COVID-19 per hari minggu (15/3) bertambah menjadi 117 kasus. Jumlah ini bertambah 21 kasus dari jumlah terakhir yang diumumkan pada hari Sabtu (14/3) yaitu 96 orang, yang salah satunya adalah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumardi dengan kode pasien kasus 76.
“Per hari ini dari lab yang saya terima pagi ya, hari ini kita dapatkan 21 kasus baru, di mana 19 di antaranya di Jakarta, 2 di Jawa Tengah," kata Juru bicara penanganan virus Corona Achmad Yurianto seperti dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Minggu.
Sebelumnya, juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto juga sudah mengatakan persebaran virus korona sudah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah merasa sudah tidak bisa melakukan metode-metode pendekatan jumlah pasien positif COVID-19. Menurutnya, hal ini perlu segera diantisipasi dengan cara melakukan tracing yang lebih baik.
Dia lantas menjelaskan penyebaran COVID-19 kini tidak lagi berada di area wilayah DKI Jakarta, tetapi juga di beberapa daerah di sekitar ibu kota dan Pulau Jawa. Selain itu, dari hasil tracing yang dilakukan pemerintah juga ditemukan kasus di luar Pulau Jawa.
“Sekarang sudah melebar. Jakarta di DKI, Jawa Barat di sekitar DKI, termasuk Bandung. Kemudian Tangerang, kemudian Jawa Tengah ini kita sudah dapatkan kasusnya di Solo dan Yogyakarta, di Bali, di Manado, dan di Pontianak,” kata Yurianto di Kantor BNPB, Jakarta, Sabtu (14/3).
Terkait penambahan jumlah kasus per hari ini, Yurianto mengatakan, penambahan jumlah kasus di Jakarta merupakan hasil penelusuran terhadap kontak dari kasus sebelumnya atau tracing secara masif. Namun, hingga saat ini baik jubir penanganan COVID-19, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangan COVID-19, maupun Presiden tidak pernah menjelaskan rincian alur penularan terhadap 117 orang tersebut.
WHO secara khusus meminta kepada negara-negara untuk fokus pada deteksi kasus dan kapasitas pengujian laboratorium, terutama di negara-negara dengan populasi besar dan dengan kapasitas sistem kesehatan yang bervariasi di negara tersebut. Salah satunya dengan merekomendasikan membangun kapasitas laboratorium yang memadai dan terdesentralisasi agar memungkinkan tim mengidentifikasi kelompok-kelompok penularan supaya dapat mengambil tindakan segera.
WHO juga merekomendasikan agar pemerintah tidak hanya memeriksa kasus-kasus dengan riwayat kontak langsung terhadap kasus positif, tetapi juga memeriksa semua pasien yang menderita penyakit seperti influenza dan penyakit pernapasan akut berat.
Dalam catatan Bappenas, saat ini hanya lab di Litbangkes yang melakukan tes. Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang sudah memiliki Lab Uji COVID-19 sampai saat ini belum diberikan kewenangan utk melakukan uji lab terhadap kasus infeksi virus COVID-19.
Poin lanjutan, WHO merekomendasikan contaiment atau tindakan pengontrolan seperti meliburkan sekolah; membatalkan pertemuan dalam jumlah besar; dan menghindari perjalanan ke tempat umum. Juga mempromosikan dan menjaga jarak ketika bersosialisasi tidak boleh berjabat tangan, mencium atau memeluk dan langkah-langkah perlindungan dasar lain seperti mencuci tangan dan menggunakan masker saat sedang sakit.
Presiden RI Joko Widodo telah memerintahkan agar masyarakat Indonesia bekerja, belajar, dan beribadah di rumah karena masifnya penyebaran COVID-19. Langkah antisipasi ini juga berlaku kepada jajaran menteri di kabinetnya, Jokowi meminta para menteri tetap bekerja seperti biasa walaupun harus dilakukan secara online untuk mengatasi isu kesehatan dan mengatasi dampak ekonomi.
Selain itu, Jokowi meminta kepada seluruh kepala daerah di Indonesia supaya bisa bekerja sama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan memonitor daerahnya supaya bisa melaporkan status daerahnya menjadi tanggap darurat atau siaga darurat bencana non-alam.
“Yang paling penting social distancing bagaimana kita menjaga jarak, dengan kondisi itu kita kerja dari rumah, belajar dari rumah ibadah di rumah,” kata Jokowi.