Tentang RI-GHA, Alat Rapid Test Dalam Negeri yang Dijual Murah

Jakarta, era.id - Tim peneliti Indonesia yang dipimpin oleh Prof. dr. Sofia Mubarika Haryana, M.Med.Sc., Ph.D., Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil membuat inovasi uji diagnosis cepat (rapid diagnostic test/ RDT) untuk COVID-19 yang berbasis antibodi untuk mendeteksi IgM dan IgG yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan COVID-19. 

"Awalnya, saat muncul pandemi COVID-19 kami memang berpikir apa yang dapat kami lakukan untuk ikut membantu penanganan Covid-19. Kemudian tiba-tiba Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menginisiasi untuk melakukan inovasi riset mengenai COVID-19," jelas Prof. Rika, seperti dikutip dari situs UGM, Selasa (14/7/2020).

BPPT mengundang dan mengajak beberapa peneliti Indonesia untuk bergabung melakukan riset dalam usaha penanganan COVID-19. Salah peneliti yang diundang yaitu Prof. Rika dari FK-KMK UGM.

"Kebetulan penelitian saya sebelumnya adalah mengenai virus yang terkait dengan kanker, yaitu Epstein–Barr Virus (EBV). Saya juga mempelajari bidang imunologi dan biologi molekular, sehingga saya bersedia bergabung,", ungkapnya.

Berbekal pengalaman, melalui Laboratorium Hepatika ini kemudian Prof. Mulyanto juga menyusun formula untuk rapid diagnostic test COVID-19. Proses pengujian menggunakan serum positif COVID-19 yang diperoleh dari Badan Litbangkes.

"Setelah hasil yang diperoleh positif, kemudian kami juga melakukan uji banding dengan produk komersial. Ternyata produk komersial yang beredar adalah total Immunoglobulin sehingga tidak spesifik, dan tidak seperti total IgM atau IgG yang kami kembangkan," ujar Prof. Rika saat ditanya mengenai proses pengembangan rapid diagnostic test ini.

Setelah proses pencarian merk komersial, akhirnya Prof. Rika dan tim dapat melakukan uji banding dengan merk komersial terbaik. 

"Sesudah dicobakan oleh Prof. Mul, didapatkan hasil, dari 20 sampel dengan positif IgM, produk RI-GHA memperoleh 8 positif. Selanjutnya dibandingkan dengan merk komersial terbaik, didapatkan hasil juga 8 positif. Artinya sampel positif COVID-19 yang sebelumnya diuji dengan PCR hasilnya 20 sampel, maka ternyata yang menghasilkan antibodi baru 8 sampel, kemungkinan sisanya belum terbentuk antibodi," ujarnya.

Mereka berhasil memproduksi RI-GHA sebanyak 10.000 alat tes, sebanyak 4.000 alat akan diserahkan untuk dilakukan uji validasi untuk mendapatkan seberapa tinggi akurasinya di masyarakat. 

"Jadi nanti akan diserahkan ke UGM untuk dilakukan uji validasi dan dipimpin oleh Prof. Tri Wibawa, untuk dilakukan di RSUP Dr. Sardjito, Rumah Sakit Akademik UGM, RSUD Jogja, RSUP Dr. Kariadi Semarang, dan RSUD Dr. Moewardi Solo. Kemudian juga akan diserahkan ke Surabaya untuk dilakukan uji validasi oleh Prof. Citra Rosita dan Prof. Fedik serta tim untuk dilakukan di RSUD Dr. Soetomo dan RS UNAIR," ucapnya.

Kemudian sisa produk rapid test, akan digunakan untuk action research, yang akan dipimpin oleh Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., Ph.D., bersama dengan tim Public Health UGM, yang saat ini sedang disusun desain program. Saat ini juga masih berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Harapannya, dapat menunjukkan gambaran Yogyakarta.

Rapid Diagnostic Non-PCR ini, selain dapat digunakan untuk skrining, juga dapat digunakan untuk memonitor OTG, ODP, PDP, atau Post infeksi. 

"Mudah-mudahan hasil uji validitas bagus dan akurasinya tinggi, sehingga dapat digunakan untuk massive screening di masyarakat. Selain biayanya yang murah, rapid diagnostic test ini memiliki kelebihan dapat deteksi cepat 5-10 menit, mudah, praktis, sensitifitas yang tinggi serta sangat spesifik. Rapid diagnostic Non-PCR ini dapat dilakukan dimana saja, seperti jalan, sekolah, pasar, stasiun, bandara, dan lainnya. Harapannya juga dapat dikirimkan ke pelosok-pelosok daerah, sehingga masyarakat dapat melakukannya secara mandiri, dengan sebelumnya dilatih cara penggunaannya melalui televisi nasional," katanya.

“Semoga dengan kita membuat rapid test buatan kita sendiri dan untuk bangsa kita sendiri dengan harga yang murah, maka dapat membantu pemerintah dan dapat menjadi ujung tombak yang terdepan dalam melakukan massive screening COVID-19, sehingga pemerintah dapat melakukan penanganan yang tepat dan COVID-19 dapat diatasi”, pungkas Prof. Rika.

Dijual Rp75.000

Sementara, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro menjelaskan bahwa RI-GHA COVID-19 merupakan alat rapid test yang dikembangkan oleh Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) bersama Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Bandung, Universitas Mataram, dan PT Hepatika Mataram.

“Alat rapid test tersebut telah teruji sensitivitas 98 persen dan spesifitasnya 96 persen melalui uji laboratorium terhadap orang Indonesia. Alat uji ini tergolong fleksibel karena mampu mendeteksi OTG, ODP, PDP, dan pasca infeksi dengan menggunakan sampel serum, plasma, atau whole blood. Hasilnya pun bisa diketahui secara cepat dalam waktu 15 menit tanpa membutuhkan alat tambahan maupun tenaga terlatih. Dengan harga yang sangat murah yaitu Rp75.000,” jelas Menteri Bambang saat konferensi pers peluncuran inovasi produk RI-GHA COVID-19 di Kantor Kemenko PMK, pekan lalu.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada kesempatan yang sama sangat mengapresiasi hasil temuan alat rapid test tersebut. Alat itu digadang mampu menjadi solusi atas pemenuhan kebutuhan alat kesehatan yang sudah sangat mendesak dalam menghadapi pandemi COVID-19 di Indonesia.

“Tentu saja kita harus mendukung karya anak bangsa. Kita dorong agar produk dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri kita tanpa harus tergantung produk dari luar. Dalam kesempatan ini saya menyambut baik inisiatif dari Bapak Menristek yang telah dengan sangat agresif dan penuh antusias untuk merespon kebutuhan lapangan yang sangat mendesak,” ungkap Menteri Muhadjir.

 

Tag: bisnis tes covid-19