WR Soepratman dan Mimpi Lagu Indonesia Raya
ERA.id - Sebuah artikel dalam majalah Timbul di pertengahan 1920an menginspirasi Wage Rudolf Soepratman, seorang wartawan majalah Sin Po, untuk menggubah lagu kebangsaan bagi Indonesia. Fasih musik klasik, Soepratman lantas mulai menulis lagu yang kelak dikenal sebagai "Indonesia Raya".
Momen penulisan lagu kebangsaan Indonesia itu didokumentasikan oleh Oerip Kasansengari, ponakan ipar Soepratman. Dalam catatannya, ia menuturkan lagi memorinya atas ucapan Soepratman kala itu:
“Kalau bangsa Belanda punya lagu kebangsaan "Wilhelmus", mengapa Indonesia belum punya. Sebab itu sekarang saya sedang mulai mengarang lagu dan saya beritahukan juga kepada bapak dan saudara-saudaraku untuk mendapat restunya.”
Proses penulisan lagu tersebut dilakukan WR Soepratman bersama Theo Pangemanan, tokoh kepanduan yang mahir main musik. Lirik lagu tersebut diinspirasi oleh ucapan para aktivis pergerakan pemuda di Gang Kramat, Jakarta Pusat, seperti diceritakan oleh Bondan Winarno di buku Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Rumah Wage Rudolf Soepratman di Jalan Mangga, Surabaya.
Pada dekade 1920an itu, proyek kebangsaan bernama "Indonesia" memang tengah menginspirasi aktivitas pergerakan pemuda pribumi Hindia Belanda. Pasca Ki Hajar Dewantara mendirikan biro pers Indonesische Persbureau di Belanda pada 1913, Mohammad Hatta mengubah nama perhimpunan mahasiswa di Belanda sebagai Indonesische Vereeniging. Para pemuda mulai menanggalkan istilah "Indisch", yang artinya "Hindia", dan dengan bangga membawa nama Indonesia.
Momentum Kongres Pemuda II tiba pada 28 Oktober 1928. Wage Rudolf Soepratman, yang bekerja sebagai wartawan harian Sin Po, ditugaskan untuk meliput kongres pemuda yang dilaksanakan di rumah milik Sie Kong Liong di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta.
Pada saat itu, Soepratman telah mengantongi lirik lagu kebangsaan yang ia cita-citakan. Ia lantas meminta ijin ke Sugondo Joyopuspito, ketua Kongres Pemuda II untuk membawakan lagu tersebut.
Awalnya, Sugondo ragu. Ia telah membaca lirik lagu ciptaan Soepratman dan khawatir bahwa Belanda bisa-bisa memboikot kongres jika mendengar lirik tersebut. Maka, ia meminta sang penggubah lagu untuk memainkan lagu tersebut menggunakan biola saja.
Soepratman, yang fasih memainkan lagu-lagu klasik ciptaan Chopin dan Beethoven dengan membaca not balok, pun siap melaksanakan permintaan Sugondo untuk memainkan lagu gubahannya saat jam istirahat.
WR Soepratman lantas juga menyebarkan salinan lagu itu kepada para pimpinan organisasi pemuda. Pada 10 November 1928, lirik dan notasi lagu tersebut untuk pertama kalinya dimuat di surat kabar Sin Po, dengan judul asli "Indonesia", belum sebagai "Indonesia Raya" seperti yang kita kenal saat ini.
INDONESIA
Indonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe,
Di sanalah akoe berdiri,
Mendjaga Pandoe Iboekoe.
Indonesia kebangsaankoe,
Kebangsaan tanah airkoe,
Marilah kita berseroe:
"Indonesia Bersatoe".
Hidoeplah tanahkoe,
Hidoeplah neg'rikoe,
Bangsakoe, djiwakoe, semoea,
Bangoenlah rajatnja,
Bangoenlah badannja,
Oentoek Indonesia Raja.
II
Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja,
Di sanalah akoe hidoep,
Oentoek s'lama-lamanja.
Indonesia, tanah poesaka,
Poesaka kita semoea,
Marilah kita mendoa:
"Indonesia Bahagia".
Soeboerlah tanahnja,
Soeboerlah djiwanja,
Bangsanja, rajatnja, semoeanja,
Sedarlah hatinja,
Sedarlah boedinja,
Oentoek Indonesia Raja.
III
Indonesia, tanah jang soetji,
Bagi kita di sini,
Di sanalah kita berdiri,
Mendjaga Iboe sedjati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah jang terkoetjintai,
Marilah kita berdjandji:
"Indonesia Bersatoe"
S'lamatlah rajatnja,
S'lamatlah poet'ranja,
Poelaoenja, laoetnja, semoea,
Madjoelah neg'rinja,
Madjoelah Pandoenja,
Oentoek Indonesia Raja.
Refrain
Indones', Indones',
Moelia, Moelia,
Tanahkoe, neg'rikoe jang koetjinta.
Indones', Indones',
Moelia, Moelia,
Hidoeplah Indonesia Raja.
Selain membagikan salinan partitur dan lirik Indonesia secara cuma-cuma, WR Soepratman juga meminta Yo Kim Tjan, kawannya, untuk merekam lantunan lagu tersebut dalam keping piringan hitam.
Mulai saat itu, menyanyikan Indonesia menjadi acara wajib dalam pertemuan organisasi-organisasi pemuda Indonesia. Menurut majalah Historia, dalam momen inilah WR Soepratman mengubah judul Indonesia menjadi Indonesia Raya, meski dengan alasan yang masih belum jelas betul.
Bisa dibayangkan, pemerintah Hindia Belanda mencium gelagat yang aneh dan pada 1930 lagu Indonesia Raya dilarang dinyanyikan karena "mengganggu ketertiban dan keamanan." Inilah mungkin bagian sejarah dari lagu Indonesia Raya yang oleh Ir. Soekarno, "bukan saja menjadi lagu perjuangan, tetapi menjadi lagu kebangsaan."
"Bukan saja lagu kebangsaan, tetapi pula menjadi lagu Negara kita. Permintaan batin kita ialah Allah S.W.T menjadikan lagu Indonesia menjadi lagu kebangsaan, lagu bangsa kita sampai akhir zaman pula."
Ia menambahkan, "Jangan ada sesuatu golongan memilih lagu baru, setialah kepada lagu Indonesia Raya, setialah kepada Pancasila."
Sebelum lagu "Indonesia Raya" dinyanyikan, Soekarno, saat itu ketua Partai Nasional Indonesia (PNI), meminta khalayak untuk berdiri sebagai penghormatan terhadap lagu Indonesia Raya. Sejak saat itulah, sikap berdiri selalu diberikan bila lagu Indonesia Raya dikumandangkan, seperti diceritakan oleh Oerip Kasansengari dalam buku Lagu Indonesia Raya dan W.R. Soepratman Pentjiptanja.
Sayangnya, WR Soepratman tak sempat mendengar lagu ciptaannya berkumandang saat Indonesia merdeka. Sempat dipenjara pada tahun 1930, ia jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 17 Augstus 1938 pada usia 35 tahun. Perjuangan membawa ruh lagu Indonesia dilanjutkan oleh para pemuda pergerakan Indonesia.
Pada tahun 1944, dibentuklah Panitia Lagu Kebangsaan berisi 12 orang dan dipimpin Ir. Soekarno yang bertugas memperbarui lirik Indonesia Raya. Hal ini disampaikan Anthony C. Hutabarat dalam Meluruskan Sejarah dan Riwayat Hidup Wage Rudolf Soepratman: Pencipta Lagu Indonesia Raya (2001).
Sebagian besar nada, irama, iringan kata, dan gubahan lagu yang bertahan saat ini juga merupakan hasil kesepakatan dari Panitia Indonesia Raya yang dibentuk pada 16 November 1948. Dengan begitu, tercapailah keseragaman dalam memperdengarkan dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam upacara-upacara resmi.