Jasa Kawin Kontrak di Puncak Kian Marak, Pemerintah Diminta Tegas Soal Imigran
ERA.id - Fenomena kawin kontrak masih 'subur' di kawasan Puncak, Cisarua, Bogor. Ternyata, para perempuan yang melakukan kawin kontrak bukanlah warga setempat.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pun sudah meminta pemerintah pusat agar menghentikan pengiriman imigran ke daerah Puncak.
Polisi berulang kali mengungkap praktik prostitusi berkedok kawin ontrak tersebut. Februari lalu, Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang dengan modus kawin kontrak di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Dalam kasus prostitusi ini, polisi menangkap lima tersangka yang salah satunya adalah warga negara Arab Saudi.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo mengungkapkan kelima tersangka tersebut bernama Nunung Nurhayati, Komariah alias Rahma, H Saleh, Devi Okta Renaldi, dan satu WN Arab Saudi bernama Almasod Abdul Alziz Alim M. alias Ali.
Prostitusi di kawasan Puncak ini bermula ketika Ali mencari PSK lewat cara kawin kontrak. Kemudian dia menghubungi H Saleh yang bekerja sebagai penghulu.
Permintaan itu pun disanggupi H Saleh setelah menghubungi Nunung dan Rahma sebagai penyedia perempuan di vila daerah puncak Bogor dan di Apartemen Puri Casablanca.
"Para perempuan (korban) tersebut kemudian dibawa oleh Nunung dan Rahma ke H Saleh di Vila wilayah Puncak Bogor dengan menggunakan kendaraan roda empat yang dikemudikan Okta," kata Brigjen Ferdy Sambo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2020).
Nunung dan Rahma mematok harga untuk booking out (bo) short time dengan waktu 1-3 jam seharga Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu, sedangkan 1 malam dengan harga sebesar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.
Atau booking out secara kawin kontrak dengan harga Rp 5 juta untuk jangka waktu 3 hari dan Rp 10 juta untuk jangka waktu 7 hari.
Atas perbuatannya, mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun.
Sebelumnya, Ombudsman RI menemukan beberapa kemungkinan maladministrasi pada penataan kawasan Kampung Arab di kawasan Puncak, yaitu tindakan pembiaran dan pengabaian kewajiban hukum.
Hal tersebut didasari oleh penyelidikan oleh Ombudsman mengenai jumlah imigran, pekerjaan informal yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA), status kepemilikan aset tanah, izin mendirikan bangunan dan tempat usaha yang tidak sesuai, serta status dan administrasi anak hasil perkawinan campuran.