OTG dan Pasien COVID-19 Gejala Ringan Tak Perlu Swab Ulang, Pemerintah "Pede" Pasien Sembuh?
ERA.id - Salah satu upaya penting dalam pengendalian pandemi COVID-19 adalah melakukan testing atau uji keberadaan virus korona dengan metode swab test PCR.
Presiden Jokowi pun berulang kali berpesan agar jajarannya melakukan tracing, testing, dan treatment secara masif. Dia bahkan menargetkan testing dilakukan sebanyak 30.000 orang per hari.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan per tanggal 25 September 2020, jumlah orang yang sudah di tes COVID-19 mencapai 3.120.947 orang. Jumlah ini sudah melebihi target Presiden Jokowi.
Namun jumlah kasus positif setiap harinya juga semakin bertambah. Data tanggal 25 September 2020 menunjukan tambahan pasien positif COVID-19 sebanyak 4.823 orang dengan total keseluruhan mencapai 266.845 orang.
Menariknya, uji usap atau swab test ini tak lagi semasif yang dikabarkan. Sebab pemerintah sudah tak lagi memberlakukan swab test kedua kepada kasus positif COVID-19 dengan tanpa gejala (OTG), gejala ringan, dan sedang untuk memastikan kesembuhannya.
Hal tersebut dikeluhkan oleh Randi, salah satu warga Kota Tangerang yang kerabatnya dinyatakan positif COVID-19 beberapa waktu lalu. Dia mengatakan kerabatnya yang merupakan pasien COVID-19 OTG ini tak diberikan swab test kedua oleh dinas kesehatan setempat.
"Swab test yang pertama itu dibayarin kantor, tapi yang kedua setelah 14 hari tidak ada tindakan (swab test) lagi. Ini kan membahayakan," kata Randi kepada era.id, Jumat (25/9/2020).
Tak hanya soal swab test, kerabat Randi itu pun tak mendapatkan perawatan yang layak saat isolasi mandiri di salah satu hotel di Kota Tangerang. Sekadar informasi, hotel tersebut memang digunakan untuk menampung pasien COVID-19 tanpa gejala (OTG).
Baca Juga : Daftar Nama 27 Hotel di Jakarta yang Bisa Dipakai untuk Isolasi Mandiri Pasien COVID-19
Ia mengaku kerabatnya tak diisolasi hingga 14 hari seperti standar isolasi mandiri. Alasannya, kata Randi, karena kerbatnya sebelum dipindah sudah menjalani isolasi mandiri di rumahnya.
"Sejak dinyatakan positif memang langsung isolasi mandiri di rumah selama satu minggu. Kemudian pindah isolasi di hotel, tapi cuma beberapa hari disuruh pulang, katanya sudah sempat isolasi mandiri di rumah," kata Randi.
Randi menganggap apa yang menimpa kerabatnya ini sebagai bentuk tak seriusnya pemerintah menangani pandemi. Menurutnya, swab test kedua tetap harus dilakukan meskipun pasien tersebut OTG, bergejala berat, maupun dengan penyakit penyerta
"Harusnya tetap di swab dong, biar tahu sudah benar-benar negatif atau tidak. Iya kalau orangnya punya duit, kalau tidak gimana. Pemerintah ini abai," kata Randi.
Kejadian serupa juga dialami oleh Diah Ayu, wartawan Balai Kota Jakarta yang sempat dinyatakan positif COVID-19. Dia mengaku cuma mendapatkan surat keterangan selesai pemantauan setelah 14 hari isolasi mandiri sejak dinyatakan positif COVID-19. Tanpa dilakukan swab ulang untuk memastikan telah negatif COVID-19.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Diah telah menyelesaikan isolasi mandiri dan tidak menunjukan gejala selama isolasi mandiri.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti menyebut Pemprov DKI Jakarta mengikuti aturan baru mengenai tes swab. Aturan ini berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 Revisi Kelima Kementerian Kesehatan.
Adapun aturan baru tersebut berupa peniadaan tes swab kedua kali kepada kasus positif COVID-19 dengan tanpa gejala (OTG), gejala ringan, dan sedang untuk memastikan kesembuhannya.
"Bagi kasus konfirmasi tanpa gejala, gejala ringan, dan gejala sedang tidak perlu dilakukan follow up atau pengulangan pemeriksaan swab atau PCR," kata Widyastuti dalam keterangannya, Kamis (3/9/2020).
Alasannya, kata Widyastuti, berdasarkan penelitian Bullard dan Wolfel (2020), mayoritas pasien COVID-19 dengan gejala hanya dapat menulari orang lain hingga tujuh hingga sembilan hari setelah gejala muncul. Sehingga, lewat dari itu sudah tidak lagi menulari orang lain.
Sementara, untuk kasus konfirmasi bergejala ringan dan sedang dinyatakan selesai isolasi jika telah dihitung 10 hari sejak tanggal on set atau ditetapkan terinfeksi positif.
"Pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi gejala ringan dan sedang ini ditambah isolasi minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan," ujar Widyastuti.
Sedangkan, kata Widyastuti, untuk kasus konfirmasi bergejala berat atau kritis yang perlu dilakukan perawatan dengan ventilator, tetap perlu melakukan follow up atau pengulangan pemeriksaan swab atau PCR di rumah sakit.
Untuk kasus konfirmasi bergejala berat, perlu mendapatkan hasil pemeriksaan follow up swab atau PCR 1 kali sampai hasilnya negatif. Kemudian, ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.