Konflik Tak Bekesudahan Armenia Vs Azerbaijan di Nagorny Karabakh
ERA.id - Bentrokan antara pasukan Armenia dan Azerbaijian kembali pecah, Senin pagi (28/9/2020). Total 39 orang tewas dalam perang yang berlangsung di kawasan Nagorny Karabakh pada hari kedua.
Tambahan korban itu terjadi setelah kelompok separatis etnis Armenia di Karabakh mengumumkan 15 anggota mereka terbunuh dalam pertempuran, demikian otoritas Nagorno-Karabakh melaporkan.
Ini merupakan bentrokan hari kedua terkait Nagorno-Karabakh dan saling menuduh menggunakan artileri berat dan baku tembak yang paling sengit terjadi sejak 2016, demikian dikutip Antara.
Untuk diketahui, Nagorno-Karabakh adalah wilayah yang berada di Azerbaijan. Namun, dikendalikan oleh etnis Armenia.
Otoritas wilayah yang memisahkan diri itu mengatakan pihaknya telah kembali menguasai beberapa daerah yang sempat lepas pada Minggu (27/9), dan menyebutkan bahwa Azerbaijan telah menggunakan artileri berat dalam melakukan serangan.
Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan pasukan Armenia menembaki Kota Terter. Pihak berwenang Nagorno-Karabakh pada Minggu mengatakan bahwa 16 prajuritnya tewas dan lebih dari 100 lainnya cedera setelah Azerbaijan melancarkan serangan udara dan artileri.
"Kementerian Pertahanan memberikan peringatan terakhir kepada Armenia bahwa tindakan pembalasan yang memadai akan diambil terhadap mereka jika diperlukan," kata kementerian itu.
Kementerian juga membagikan rekaman udara yang menggambarkan penghancuran tank Armenia dan kendaraan lapis baja selama bentrokan tersebut.
Menurut laporan kantor berita Rusia Interfax, Duta Besar Armenia untuk Rusia mengatakan pada Senin bahwa Turki telah mengirimkan 4.000 kombatan dari Suriah utara ke wilayah konflik Nagorno-Karabakh. Namun, Azerbaijan membantahnya.
Turki adalah negara sekutu dekat Azerbaijan. Sementara itu dalam laporan kantor berita Rusia RIA, disebutkan bahwa duta besar tersebut mengatakan para kombatan Turki ikut serta dalam pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh, kawasan di dalam Azerbaijan yang dihuni oleh etnis Armenia.
Pasukan militer kedua bangsa itu melakukan baku tembak sejak Minggu (27/9), dan saling menuduh pihak lawan menggunakan persenjataan berat.
Khikmet Gadzhiev, ajudan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, pada hari yang sama membantah pernyataan pejabat Armenia tersebut.
"Rumor tentang militan dari Suriah yang dituduh diterjunkan ke Azerbaijan adalah provokasi lainnya dari pihak Armenia, dan sangat tidak masuk akal," ujar Gadzhiev.
Konflik tak berkesudahan
Hubungan antara kedua negara bekas Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Karabakh Atas, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
Empat resolusi Dewan Keamanan PBB dan dua resolusi Majelis Umum PBB serta banyak organisasi internasional menuntut penarikan pasukan pendudukan.
OSCE Minsk Group, yang diketuai bersama oleh Prancis, Rusia, dan AS, dibentuk pada tahun 1992 untuk menemukan solusi damai atas konflik tersebut, tetapi tidak berhasil. Gencatan senjata, bagaimanapun, disepakati pada 1994.
Prancis, Rusia, Amerika Serikat, NATO, dan PBB telah mendesak penghentian segera bentrokan di wilayah pendudukan.
Saat Uni Soviet membubarkan diri, etnis Armenia di Azerbaijan terlibat konflik singkat yang didukung Armenia yang berujung pada merdekanya Nagorno-Karabakh (NKR) secara de facto ditambah perjanjian gencatan senjata 1994 sehingga memunculkan konflik beku. Pada saat yang sama, Azerbaijan menguasai eksklave Republik Otonom Nakhichivan di perbatasan Armenia yang tidak bersambungan dengan teritori utamanya.
Selain itu, di Pembahasan Umum Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Armenia dan Azerbaijan selalu menggunakan dua hak balasnya dalam beberapa tahun terakhir saat membahas konflik tersebut.
Bentrokan di perbatasan Armenia–Azerbaijan dan batas kontak antara Nagorno-Karabakh dan Azerbaijan pecah sejak 27 Juli 2014. Dari segi korban tewas, bentrokan ini merupakan yang paling mematikan sejak perjanjian gencatan senjata 1994 yang mengakhiri Perang Nagorno-Karabakh.