Alasan Sultan Hamengkubuwono X Tak Gunakan Pusaka Kiai Tunggul Wulung Menangkal Wabah Penyakit

ERA.id - Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X menegaskan tidak akan menggunakan Pusaka Kyai Tunggul Wulung untuk menangani pandemi COVID-19 yang mewabah di seluruh negara dunia, termasuk Indonesia. 

Sri Sultan mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya tak ingin menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Mengingat keputusan mengibarkan Pusaka Tunggul Wulung penuh dengan risiko. 

Tunggul Wulung merupakan salah satu pusaka berupa bendera (panji) Keraton Yogyakarta. Panji tersebut sudah mulai ada sejak Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755), raja pertama Kraton Yogyakarta. 

Kabarnya, panji tersebut berasal dari potongan kain kiswah (penutup ka’bah) yang diperoleh Sultan Agung Hanyakrakusuma ketika menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Selama di Makkah Sultan Agung ikut aktif juga dalam kegiatan sosial keagamaan, ikut berjasa membasmi wabah penyakit yang terjadi di Arab Saudi. 

>

"Risiko saya besar. Kalau dulu mungkin no problem, kalau sekarang kondisi bisa pro dan kontra," kata Sri Sultan dalam akun YouTube Butet Kartaredjasa seperti dilihat, Kamis (15/10/2020). 

Sri Sultan menyatakan, bahwa kondisi sekarang sangat berbeda dengan zaman dulu. Hal itu juga yang mendasari Panji Kyai Tunggul Wulung tidak dikeluarkan ketika terjadi pandemi saat ini.  

"Keyakinan seperti itu mungkin bisa terjadi sekarang. Tapi ini kan seluruh dunia, kondisi ini sangat berbeda. Apa iyah kan gitu? Kalau tidak, saya akan ditertawakan banyak orang juga," jelas Sri Sultan.

Hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah virus korona tidak makin menyebar luas ialah menerapkan protokol kesehatan. Terlebih, pemerintah telah menggalakkan hal itu secara massif. 

 

"Daripada begitu lebih baik masyarakat itu menjaga diri sendiri dengan orang lain. Sehingga tumbuh kesadaran," imbuh Sri Sultan. 

Meski dahulu di zaman Jepang benda keramat itu pernah dikeluarkan karena ada wabah pes. 

Sri Sultan tak ingin membuat suasana gaduh hanya gara-gara mengeluarkan Panji Tunggul Wulung. Ia menyarankan masyarakat mengikuti anjuran pemerintah tentang protokol kesehatan. 

"Bagi saya itu lebih bagus daripada hal-hal seperti itu dilakukan, tapi punya implikasi pro dan kontra yang akan memperkeruh suasana yang tidak bisa terkontrol," ucapnya yang khawatir. 

Nama Tunggul Wulung berasal dari warna panji tersebut yang biru tua kehitamhitaman. Di tengahnya terhias kaligrafi keemasan berisi surat Al Kautsar, Asmaul Husna, dan kalimat Syahadat. Bahannya terbuat dari kain sutra. 

Pada waktu tertentu, bendera ini diarak keliling kota dan di beberapa perempatan jalan diserukan lafadz adzan. Prosesi ini dimaksudkan sebagai upaya untuk tolak bala dan memohon kesembuhan bagi seluruh rakyat di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.