KSP Klaim Proses UU Cipta Kerja Terbuka, Pakar Hukum: Kami Minta Draf Asli Tidak Dikasih

ERA.id - Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Ade Irfan Pulungan mengklaim proses pembahasan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) sudah sesuai prosedur dan transparan. Dia justru menuding publik kurang mencermati proses pembahasan.

"Saya memastikan UU ini sangat transparan, karena ini disampaikan secara komunikatif dan transparan di DPR. Media di DPR kan ada, ada tv kanalnya, TV Parlemen," ujar Irfan dalam acara diskusi, Sabtu (17/10/2020).

Irfan menambahkan, bahkan setiap proses perdebatan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ketika membahas UU Cipta Kerja pun disiarkan secara virtual dan terbuka. Proses ini lah yang menurutnya tak dicermati oleh publik, sehingga kerap melakukan kritik di bagian akhir.

"Jadi sebenarnya keinginan kita saja, ingin mencermati tiap perkembangan ini atau tidak. Itu problemnya, kita kadang lupa. Tidak melihat prosesnya nah kita mengkritisi diakhirnya bahwa ini terjadi bla, bla, bla," tegas Irfan.

Dia tak menampik jika undang-undang ini kemudian dibahas secara marathon. Namun dia memastikan, pembahasan undang-undang ini tak akan ada yang ditutupi. "Memang kita enggak lupa, kita terkadang selalu mengoreksi itu di akhir dan tidak mau untuk melihat dari awal. Jadi lompatan berpikir kita itu yang kadang menjadi problem," katanya.

Pernyataan itu lantas dibantah Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti yang mengatakan bahwa publik justru sudah mengikuti perkembangan UU Cipta Kerja sejak Presiden Joko Widodo berpidato saat pelantikan presiden pada bulan Oktober 2019 lalu. Dia bahkan mengatakan pernah menjadi saksi saat masyarakat sipil menggugat proses penyusunan UU Cipta Kerja di PTUN karena dianggap tertutup sejak awal.

"Keliru berat. Kami dari bulan Oktober tahun lalu sudah memperhatikan bahkan sudah menggugat, sudah bersuara, namun diabaikan," tegasnya.

Bivitri juga lantas menyoroti proses klaim DPR RI yang menyebut penyusunan telah melibatkan publik sebanyak 64 kali, walaupun pada kenyataannya berbeda. Dia menambahkan, sejak proses penyusunan saja publik yang meminta naskah asli secara resmi tidak dikabulkan oleh PTUN.

"Dari penyusunan itu sudah sangat tertutup, kami minta draf resmi. Resmi ini mintanya, bukan cuma di Medsos. Ada surat resmi juga jawaban bahwa tidak diberikan, sampai dengan proses pembahasan," pungkasnya