Balada 'Sistem Kebut Semalam' Undang-Undang Cipta Kerja
Senin (2/11) sore, Presiden Joko Widodo meneken draf Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Beberapa jam setelahnya, kumpulan regulasi 'sapu jagat' itu resmi bernama Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
ERA.id - Undang-Undang Cipta Kerja resmi menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 setelah ditandatangani Presiden Jokowi Widodo pada Senin (2/11).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebut UU Cipta Kerja yang sudah resmi ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo sebagai lompatan besar dalam sejarah hukum Indonesia. Yasonna juga menyebut omnibus law UU Cipta Kerja ini menjadi terobosan kreatif untuk memajukan bangsa.
"Terlepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi pembahasannya, UU Cipta Kerja ini sangat reformatif dan fenomenal. Buat pertama kalinya kita menggunakan metode omnibus law secara komprehensif untuk sebuah Undang-Undang," kata Yasonna seperti disampaikan lewat akun Instagram pribadinya, Selasa (3/11/2020).
Yasonna mengungkapkan, UU kontroversial tersebut ditandatangani Presiden pada Senin sore, lalu Menteri Sekretaris Negara melalui Deputi Bidang Hukum dan Perundang-Undangan meminta agar undang-undang tersebut dapat diundangkan dalam Lembaran Negara RI. serta dalam Tambahan Lembaran Negara.
"Tepat pada jam 21.40 WIB, saya menandatangani UU yang fenomenal itu. Sebuah sejarah legislasi baru telah ditorehkan dan tentu saja menjadi sebuah kehormatan bagi saya menjadi bagian dari sejarah baru tersebut," ucap menteri asal Sorkam, Tapanuli Tengah, tersebut.
Yasonna meyakinkan bahwa UU Cipta Kerja memberi dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dan peraturan perundang-undangan Indonesia.
"UU ini dirancang untuk dapat mentransformasi ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, yang pada gilirannya meningkatkan lapangan kerja yang luas," kata Yasonna.
Nyatanya, Undang-Undang yang berisi 15 bab dan 174 pasal itu menyisakan kejanggalan. Salah satunya pasal 6 UU tersebut merujuk pada ayat 1 huruf a pasal 5.
Namun, pada pasal sebelumnya itu tidak terdapat ayat atau huruf. Ada juga pengertian soal minyak dan gas bumi itu termuat dalam 'Bagian Keempat: Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sektor serta Kemudahan dan Persyaratan Investasi', 'Paragraf 5: Energi dan Sumber Daya Mineral', Pasal 40, terdapat di halaman 223.
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan kejanggalan tersebut terdapat Pasal 175 poin 6 dalam UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal tersebut mengubah Pasal 53 ayat (5) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
"Pasal 175 itu mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan," ujar Bivitri kepada wartawan, Selasa (3/11/2020).
Adapun kejanggalan yang disorot Bivitri adalah kesalahan rujukan ayat pada Pasal 53 ayat (5) pada UU Cipta Kerja. Untuk diketahui, Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan mengatur soal batas waktu kewajiban pemerintah menindaklanjuti permohonan.
Pasal 53 diikuti 5 ayat turunan. Pada ayat (5) dituliskan aturan yang merujuk pada ayat (3). Padahal, seharusnya ayat yang dirujuk adalah ayat (4).
"Ayat 5 itu harusnya merujuk ayat 4, tapi ditulisnya 3," kata Bivitri.
"UU Cipta Kerja memangkas tumpang tinding regulasi, birokrasi perizinan yang ruwet serta menghilangkan potensi korupsi perizinan, menciptakan kemudahan berusaha bagi usaha mikro, UMKM, koperasi, serta meningkatkan investasi pada karya dan padat modal, juga menciptakan kepastian hukum berusaha," tutur Guru Besar Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.
Peneliti Forum Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai kesalahan tersebut sangat keterlaluan. Padahal, Undang-Undang Kontroversial itu sudah berkali-kali 'diutak-atik' DPR dan Setneg.
"Ini kan sudah keterlaluan ya, sudah diutak-atik sekian lama tetapi hasilnya tetap saja enggak beres-beres juga. Kalau DPR dan Pemerintah itu respresentasi rakyat dan negara, mau kita bilang negara ini gagal atau tak becus seperti para wakil yang menghasilkan regulasi yang tidak becus ini?" katanya kepada ERA.id, Selasa (3/11/2020).
Ia juga menyayangkan pernyataan pemerintah soal kesalahan persepsi UU Cipta Kerja karena masyarakat tak membaca UU tersebut. Dengan adanya kejanggalan penulisan tersebut, siapa sebenarnya yang tak membaca draf UU Cipta Kerja?
Lalu klaim yang nampak arogan dari presiden, menteri dan DPR soal tudingan protes publik karena enggak membaca RUU kan terbantahkan. Bahkan Presiden yang harus kita balikkan sebagai pihak yang tidak membaca UU tetapi mengundangkannya. Kacau kan?" sambungnya.
Lucius Karus juga meminta para menteri terkait yang bertanggungjawab atas kejanggalan tersebut. "Mereka bikin malu Presiden yang memberikan kepercayaan kepada mereka tetapi abai menjalankan kepercayaan itu," ucapnya.