Kala Badai Mengubah Gunung Anapurna Jadi Kuburan Massal

ERA.id - Ribuan orang datang ke Nepal pada bulan Oktober dengan satu tujuan - menapaki petualangan tiga pekan yang melelahkan di lintasan gunung Himalaya. Namun pada Oktober 2014, salah satu jalur terindah di Nepal serta beberapa jalur trekking terdekat lainnya berubah menjadi kuburan, merenggut nyawa 32 penjelajah dari beberapa negara.

Selama beberapa dekade, Oktober telah menjadi bulan terbaik untuk melakukan perjalanan di sepanjang Lintasan Annapurna, salah satu jalur gunung paling populer di Nepal karena melewati Thorung La Pass di ketinggian 5.416 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Namun, pada Selasa, 14 Oktober 2014, badai salju menghantam beberapa titik di sepanjang lintasan serta daerah-daerah sekitarnya, hingga menewaskan para trekker dan kuli angkut (sherpa), demikian disampaikan Nepali Times kala itu. Tiga hari berikutnya puluhan orang masih hilang dalam peristiwa yang jadi salah satu insiden Himalaya paling mematikan, sementara Nepal masih belum pulih dari tragedi longsoran salju yang menewaskan 16 Sherpa musim semi sebelumnya di Gunung Everest.

Meskipun trekking menyeberangi Thorung La Pass mungkin bukan petualangan yang melelahkan seperti mendaki Everest, hal ini tetap tidak mudah dan bukannya tanpa risiko. Kebanyakan orang tidak perlu pelatihan apa pun untuk menyeberangi celah ini, tetapi tetap ada potensi penyakit ketinggian tinggi yang akut, dan hal itu telah membunuh baik orang asing maupun penduduk lokal.

Namun, belum pernah lintasan ini merenggut nyawa begitu banyak trekker sekaligus, karena ribuan orang asing biasanya mencoba melakukan perjalanan di lintasan pada bulan Oktober, yang dianggap sebagai bulan yang baik untuk pendakian dan cuaca buruk jarang terjadi.

Tak Ada Tanda Bahaya

Seperti ditulis oleh Anup Kaphle di Washington Post, cuaca dan jalan setapak di sepanjang Lintasan Annapurna cerah, dengan salju sangat sedikit, hingga hari Sabtu. Tapi topan yang menghantam India pada hari Minggu mengubah segalanya dalam semalam. Pada saat itu, ratusan trekker sudah berada jauh di atas pegunungan, dengan akses yang sangat terbatas. Hampir tidak ada telepon atau berita untuk memantau laporan cuaca.

Berdasarkan laporan terbaru dari Kathmandu, 85 dari 345 pendaki yang mendaftar di pos pemeriksaan pada hari Senin tidak sempat mencapai sisi lain lintasan. Sekitar 100 pendaki dikatakan telah meninggalkan base camp terakhir, yang juga dikenal sebagai High Camp, di mana tersedia makanan dan akomodasi sebelum pendaki memulai pendakian tajam selama tiga jam pada jalur sepanjang 700 meter untuk menyeberangi celah tersebut.

"Kami menyelamatkan 67 pendaki hari ini, 45 di antaranya adalah orang asing," kata Devendra Lamichhane, kepala distrik di Manang, dua hari pasca insiden cuaca buruk. Banyak trekker yang telah melewati jalur tersebut dan masih dikatakan hilang saat tentara Nepal dan helikopter pribadi melanjutkan misi pencarian dan penyelamatan. Beberapa perusahaan helikopter swasta juga memimpin misi serupa di distrik lain yang terkena dampak, di mana penduduk setempat dan trekker dilaporkan hilang dalam badai salju.

Menurut Kapten Siddhartha Gurung dari Simrik Air, helikopter pribadi telah terbang ke desa Nar Phu di Manang, tempat banyak mayat ditemukan, sementara misi pencarian berlanjut di Thorung La Pass, Danau Tilicho dan Gunung Dhaulagiri.

"Hampir tak ada seorangpun yang terlihat di luar, tetapi mungkin ada beberapa yang terdampar di tempat minum teh dan hotel," katanya dalam sebuah wawancara.

Pada hari Jumat, tiga hari pascakejadian, tentara Nepal menyelamatkan 39 orang lagi yang karena badai salju terdampar di dekat celah tersebut. Tiga mayat lainnya juga ditemukan.

Kunda Dixit, editor Nepali Times, menulis bahwa badai salju dan longsoran salju di dataran tinggi Himalaya tidak jarang terjadi dan dapat menjadi bencana selama musim pasca-monsun yang membawa siklon dan topan di Teluk Benggala.

Wartawan BBC Navin Singh Khadka mengutip pejabat Kementerian Dalam Negeri yang mengatakan bahwa lebih banyak orang bisa diselamatkan seandainya ada sistem peringatan terhadap badai salju. Tetapi sumber daya pemerintah yang tidak mencukupi dan jalur pegunungan yang terpencil menambah kesulitan dalam membuat sistem seperti itu.

Tetapi pada hari Jumat itu, Perdana Menteri Nepal, Sushil Koirala, berjanji untuk membuat sistem peringatan cuaca sehingga informasi tentang perubahan cuaca dapat disediakan dengan lebih baik di kawasan wisata Nepal.

"Saya pastikan pemerintah akan berupaya membangun pusat peringatan dini cuaca di tempat-tempat penting di seluruh negeri, terutama di daerah Himalaya dan di sepanjang sungai," kata Koirala dalam sebuah pernyataan.

Sirkuit Annapurna, yang telah dibuka untuk trekking selama hampir 40 tahun, dikenal sebagai salah satu rute trekking terbaik di dunia. Berbentuk seperti tapal kuda dan membentang sejauh kurang lebih 206 kilometer, sirkuit ini biasa ditempuh dengan berjalan kaki dalam waktu tiga pekan. Tapi jalan tak beraspal yang dibangun selama satu dekade terakhir membuat rute trekking lebih pendek, karena banyak yang memilih menyewa jip untuk satu atau dua hari, sehingga mempersingkat trekking menjadi tiga hingga empat hari.

Gunung Anapurna bila dilihat dari base camp pendakian. (Foto: Honesty Trek & Tours)

Sirkuit ini melewati Gunung Annapurna, salah satu gunung yang paling sulit untuk didaki di dunia, dengan suguhan pemandangan yang jelas atas beberapa gunung tertinggi di dunia.

Kematian para pendaki telah menimbulkan pertanyaan tentang keamanan dan kesiapsiagaan di jalan setapak yang tinggi di Himalaya, sementara pemerintah Nepal terus membuka sirkuit gunung baru untuk wisatawan serta penduduk setempat. Pariwisata terus menjadi sumber utama pendapatan nasional Nepal karena ribuan orang mengunjungi negara itu untuk memanfaatkan keunikan dari kawasan pegunungan yang ada.