Jalan Terjal Operasi Tinombala: Mendaki Gunung, Melewati Lembah Memburu Ali Kalora
Sudah empat tahun berjalan, Operasi Tinombala belum berhasil membasmi kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang 'cuma' berjumlah belasan orang. Apa kendalanya?
ERA.id - Tewasnya Santoso alias Abu Wardah di tangan Satuan Tugas Operasi Tinombala pada 2016 tak membuat kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) turut mati. Teror demi teror di beberapa daerah di Sulawesi Tengah masih dilakukan kelompok teroris yang berikrar setia kepada ISIS, Juli 2014 lalu. Hingga puncaknya, empat orang yang masih satu keluarga tewas dan tujuh rumah ludes dibakar di Sigi, Jumat (27/11).
Sudah empat tahun berlalu, sejak pemerintah melalui TNI dan Polri melaksanakan Operasi Tinombala. Satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus telah diterjunkan untuk menumpas kelompok MIT hingga ke akar-akarnya. Namun, belom membuahkan hasil. Kematian Santoso tak lantas membuat nyali MIT ciut berhadapan dengan kekuatan TNI-Polri. Anak buah Santoso, Ali Kalora tampil sebagai suksesor pemimpin MIT hingga saat ini.
Kendati Operasi Tinombala diklaim berhasil membatasi ruang gerak MIT. Faktanya, mereka masih eksis dan terus menebar teror. Pembantaian satu keluarga di Sigi, beberapa waktu lalu, bukan yang terbaru. Pada Agustus 2020, petani bernama Agus Balumba (45) warga Desa Sangginora, Kecamatan Poso, meregang nyawa di tangan kelompok MIT.
Kejadian serupa terjadi pada April silam. Seorang petani yang hilang sejak 8 April ditemukan 10 hari kemudian dengan kepala hilang. Mayat itu ditemukan di wilayah operasi Satgas Tinombala. Kemudian, pada akhir 2018, ditemukan kepala yang sudah terpisah dari badan, diketahui pria berinisial RB alias A. Aparat menemukan tubuhnya di wilayah pegunungan.
Lalu mengapa ribuan personel TNI dan Polri belum berhasil menumpas MIT?
Mantan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo pernah mengungkapkan, prajurit dari Batalyon Raider 515 Kostrad yang bertugas menyergap Santoso butuh waktu perjalanan 13 hari sebelumnya untuk menuju tempat persembunyian Santoso.
"Mereka membutuhkan waktu tiga hari untuk menempuh jarak sekitar 11 kilometer ke tempat persembunyian Santoso di gunung, sementara untuk sampai ke titik penyergapan membutuhkan waktu selama delapan hari," ujarnya pada 2016 silam.
Konon, personel polisi yang ditugaskan memburu MIT tidak berpengalaman di medan tempur hutan belantara seperti di tempat persembunyian Ali Kalora Cs. Padahal medan tempur ada tiga katagori, hutan, gunung, dan perkotaan.
Masing masing medan berbeda situasi dan karakteristiknya, sehingga strategi, stamina fisik personel, mental, dan peralatan yang harus dimiliki aparat juga harus berbeda.
Menurut informasi yang diterima ERA.id, diduga para personel kepolisian hanya berada di luar hutan hingga waktu penempatannya di Poso berakhir dan akhirnya pulang ke daerahnya masing-masing.
"Densus 88 sekali pun tidak punya pengalaman di Medan tempur hutan. Mereka hanya piawai di perkotaan," ujar Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane kepada ERA.id, Kamis (3/12/2020).
Kesulitan dalam memburu Ali Kalora diamini oleh polisi. Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Didik Supranoto menjelaskan kondisi medan pegunungan dan lembah menyulitkan Satgas Tinombala dalam mencari Ali Kalora cs.
Seperti tanjakan dalam hutan lebat, serta hujan deras. "Lokasi pencarian ada di pegunungan atau hutan di wilayah Sigi dan diperluas sampai Parigi Moutong juga Poso," beber Didik kepada ERA.id.
Apalagi kelompok Ali Kalora cukup menguasai wilayah gunung dan hutan di sekitar Poso karena sudah bertahun-tahun 'bercokol' di wilayah tersebut. "Penguasaan medan. Mereka sangat menguasai medan (hutan) yang sangat luas dan sangat lebat," jelasnya.
Lalu kesulitan selanjutnya adalah kurangnya akses jaringan di dalam hutan. "Kesulitan menggunakan sarana komunikasi karena tidak ada Jaringan. Sehingga informasi lambat, baik info dari petugas maupun informasi dari masyarakat," keluhnya.
Hingga kini, Didik Supranoto menuturkan Satgas Tinombala masih menyisir hutan yang ada di pengunungan sekitar Sigi, Parigi Moutong juga Poso dengan dimodali senjata lengkap.
Lalu sampai kapan Ali Kalora menebar teror kepada warga?
Terbaru, Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto mengirim pasukan khusus dari Jakarta untuk memburu Ali Kalora. Panglima TNI mengharapkan doa seluruh bangsa Indonesia agar operasi ini bisa berjalan dengan lancar.
“Dengan dukungan operasi tersebut saya yakin kelompok MIT yang melakukan kejahatan atas penduduk yang tidak berdosa segera tertangkap,” harapnya.
Harapan Hadi Tjahjanto sama dengan harapan warga Poso, Sigi, dan sekitarnya yang hidup di bawah ancaman teror Ali Kalora dan kawan-kawan.