Kutip Konten Berita dari Media, Facebook dan Google Wajib Bayar!
ERA.id - Pemerintah Australia merampungkan rancangan aturan yang memaksa Facebook Inc dan Google untuk membayar pembelian konten berita ke perusahaan media terkait.
Ini menjadi yang pertama di dunia di mana pemerintah berusaha melindungi kerja jurnalisme independen yang selama ini kerap berbenturan dengan raksasa internet tersebut.
Rancangan undang-undang yang akan diajukan ke parlemen pekan ini mengharuskan perusahaan teknologi terkemuka dunia itu untuk menegosiasikan harga tiap konten berita bersama perusahaan media dan radio lokal Australia, seperti dikatakan Menteri Ekonomi Josh Frydenberg yang dikutip Reuters (8/12/2020).
Jika tidak ada kesepakatan harga, arbitrator pilihan pemerintah yang akan memutuskan harga tiap berita.
"Ini adalah sebuah reformasi besar. Ini menjadi yang pertama di dunia, dan dunia sedang memperhatikan apa yang terjadi di Australia saat ini," kata Frydenberg pada para reporter di ibu kota Canberra.
"Undang-undang ini bakal memastikan bahwa dunia digital akan mencerminkan aturan di dunia fisik, sehingga lanskap media kita bakal bertahan lama."
Aturan ini menyaingi nilai tawar perusahaan IT di pasar konten global. Tak heran dalam tiga tahun proses debat dan konsultasi, proses ini memuncak pada debat sengit Agustus lalu, yaitu ketika dua perusahaan Amerika Serikat itu mengancam bakal menghentikan layanan mereka di Australia.
Direktur pelaksana Facebook Australia Will Easton berkata, Selasa ini, bahwa perusahaannya akan meninjau lagi aturan tersebut dan bakal terlibat dalam proses legislasi demi terciptanya "kerangka yang masuk akal untuk mendukung ekosistem berita di Australia."
Juru bicara Google menolak berkomentar, sembari menambahkan bahwa perusahaannya belum menerima versi final dari rancangan undang-undang tersebut.
Hingga kini, kebanyakan negara masih sekadar mengamati situasi ketika banyak bisnis dan perusahaan memindahkan dana iklan mereka ke situs media sosial seperti Facebook atau juga Google, sehingga dana iklan yang masuk ke perusahaan media menipis. PHK di dindustri media pun menjadi fenomena yang jamak terjadi akhir-akhir ini.
Australia sendiri bukan satu-satunya yang berusaha mengendalikan monopoli perusahaan IT, yang kabarnya meraup 80 persen dana iklan di Australia. Regulator di Prancis saat ini juga berusaha agar Google membayar ke perusahaan media untuk setiap konten berita yang muncul di situs tersebut.
"Ini hal yang sangat ambisius, sekaligus sangat diperlukan," kata Denis Muller, seorang peneliti di Centre for Advancing Journalism di Universitas melbourne.
"Mengambil konten berita tanpa membayar, dan hanya menawarkan aspek 'reach' (jangkauan), terasa tidak adil dan ganjil dan pada akhirnya akan berdampak buruk bagi demokrasi."