Penyakit Kanker Bisa Disebabkan oleh Faktor Sepele seperti Minyak Goreng, Begini Pencegahanya

ERA.id - Analis Kesehatan dari Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kendari Satya Darmayani mengatakan, penggunaan minyak jelantah secara berulang kali ternyata berbahaya.

Minyak jelantah adalah minyak goreng sisa yang biasanya bekas dipakai untuk menggoreng. Minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, jika dipakai berulang kali, diakuinya bisa menumbuhkan sel kanker dalam tubuh.

Selain memperbesar tubuh terkena kanker berbahaya, efek minyak jelantah yang sudah dipakai berkali-kali akan jadi sarang untuk perkembangbiakan berbagai jenis bakteri. Salah satunya adalah Clostridium botulinum yaitu bakteri penyebab penyakit botulisme.

Bakteri-bakteri tersebut akan makan dari partikel dan remah-remah sisa gorengan yang ada di panci atau minyak. Maka, menggoreng dengan minyak bekas pun akan membuat Anda lebih rentan kena infeksi bakteri.

Selain itu, minyak jelantah yang sudah dipakai berkali-kali bisa meningkatkan risiko penyakit degeneratif. Menurut penelitian oleh para ahli dari University of the Basque Country di Spanyol, minyak jelantah mengandung senyawa organik aldehid.

Senyawa ini diketahui bisa berubah menjadi karsinogen dalam tubuh Anda. Selain itu, aldehid juga bisa memicu penyakit degeneratif kronis. Misalnya penyakit jantung, penyakit alzheimer, dan penyakit parkinson.

Minyak jelantah yang sudah dipakai berkali-kali juga bisa membuat obesitas. Menurut sebuah penelitian dalam jurnal Food Chemistry tahun 2016, walau minyak zaitun yang sebelum digoreng tidak mengandung lemak trans, akhirnya akan mengeluarkan lemak trans jika dipakai menggoreng berkali-kali.

Kalori dan lemak trans yang berlebihan akan memicu kelebihan berat badan, bahkan sampai obesitas. Obesitas sendiri bisa menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti diabetes dan penyakit jantung.

"Penggunaan minyak jelantah berulang kali, lebih dari tiga kali, maka tidak baik bagi kesehatan. Selain itu, minyak yang digunakan secara berulang sudah tidak lagi memiliki kandungan gizi," kata Satya, melalui pesan WhatsApp-nya di Kendari, Senin (28/12/2020).

Kepala Sub Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Politeknik Kesehatan Kendari itu juga menambahkan, minyak jelantah adalah minyak limbah yang merupakan bekas pemakaian kegiatan rumah tangga. "Umumnya bisa berasal dari minyak kelapa, minyak sayur, minyak jagung, minyak samin atau minyak lainnya," ujarnya.

Kata dia, sisa dari minyak jelantah umumnya hanya dimanfaatkan sebagai pencuci perkakas yang berkarat, namun sayangnya kebanyakan orang justru membuang sisa minyak jelantah ke lingkungan.

Minyak jelantah, lanjutnya, yang dibuang langsung ke lingkungan memiliki berbagai dampak negatif, di antaranya menjadi beban pencemar Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand ( BOD) yang berbahaya bagi lingkungan.

Minyak jelantah juga tidak hanya dapat mencemari air, tetapi juga dapat mencemari tanah serta udara karena baunya yang tidak sedap. "Yang tidak kalah pentingnya minyak jelantah masuk dalam kategori limbah B3 sehingga pembuangannya harus dilakukan dengan benar," tutur Satya.

Menurutnya, salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir limbah B3 minyak jelantah agar tidak mencemari lingkungan adalah dengan cara mendaur ulang minyak jelantah menjadi lilin atau sabun.

"Sabun adalah bahan yang dibuat dengan bahan baku utamanya adalah minyak. Sabun dibuat dengan mencampurkan minyak atau lemak dengan alkali/basa (NaOH atau KOH) melalui proses yang disebut saponifikasi. Metode pembuatannya pun cukup mudah dengan metode Cold Press hanya membutuhkan hand blender atau pengocok telur manual," katanya.

Dijelaskannya, sabun dari minyak jelantah dapat digunakan untuk membersihkan keset, lantai, kamar mandi, mencuci piring, perkakas rumah atau barang-barang lain yang tidak digunakan langsung untuk tubuh manusia.