'Menilik' Urgensi Perpres Ekstremisme di Tengah Pandemi
ERA.id - Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco merespon terbitnya Perpres Ekstremisme. Menurutnya, pemerintah harus melakukan sosialisasi lebih luas soal perpres tersebut.
"Kami himbau pada pemerintah untuk melakukan sosialiasi lebih luas dan jelas," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/1/2021).
Ia menilai bila sosialisasi lebih luas maka tidak akan muncul polemik dan perdebatan yang tak perlu. Adapun komisi I DPR akan mengawasi implementasinya.
"Perpres itu membahas banyak hal dan disitu juga melibatkan banyak tokoh agama, akademisi, penegak hukum dan banyak tokoh yang dilibatkan dalam hal tersebut," katanya.
Meski begitu, soal seberapa banyak ekstremisme di Indonesia tumbuh, ia menilai memerlukan kajian. Menurutnya, saat pandemi memang harus diimbangi dengan aturan untuk bisa menjaga keutuhan NKRI.
"Supaya tidak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu dalam masa pandemi ini, untuk melakukan hal-hal yang bisa membuat keutuhan NKRI terganggu," kata Dasco.
Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Dasar dikeluarkannya Perpres tersebut sebagaimana tercantum dalam Perpres yang diunggah di laman jdih.setkab.go.id yang dikutip dari Antara, yakni, menimbang:
a. Bahwa seiring dengan semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di lndonesia, telah menciptakan kondisi rawan yang mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional.
b. Bahwa dalam upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, diperlukan suatu strategi komprehensif, untuk memastikan langkah yang sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
Dalam lampiran Perpres dijelaskan berdasarkan pertimbangan tersebut, RAN PE akan diwujudkan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Koordinasi antarkementerian/lembaga (KlL) dalam rangka mencegah dan menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme;
2. Partisipasi dan sinergitas pelaksanaan program-program pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, yang dilakukan baik oleh K/L, masyarakat sipil, maupun mitra lainnya;
3. Kapasitas (pembinaan kemampuan) sumber daya manusia di bidang pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme;
4. Pengawasan, deteksi dini, dan cegah dini terhadap tindakan dan pesan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme; dan
5. Perhatian terhadap para korban tindak pidana Terorisme dan pelindungan infrastruktur serta objek vital (critical infrastructures) lainnya.
Sementara sasaran Perpres ini secara khusus adalah:
1. Meningkatkan koordinasi antar-kementerian/lembaga (K/L) dalam rangka mencegah dan menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme terkait program yang dituangkan dalam Pilar RAN PE;
2. Meningkatkan partisipasi dan sinergitas pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme, yang dilakukan baik oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, masyarakat sipil, maupun mitra lainnya;
3. Mengembangkan instrumen dan sistem pendataan dan pemantauan untuk mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme;
4. Meningkatkan kapasitas aparatur dan infrastruktur secara sistematis dan berkelanjutan, untuk mendukung program-program pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan
yang Mengarah pada Terorisme;
5. Meningkatkan kerja sama internasional, baik melalui kerja sama bilateral, regional, maupun multilateral, dalam pencegahan dan penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.
Dalam lampiran juga disebutkan adanya permasalahan yakni perlunya optimalisasi peran pemolisian masyarakat dalam pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.
Untuk menyikapi hal tersebut melalui Perpres RAN PE ini akan dilakukan Pelatihan pemolisian masyarakat yang mendukung upaya pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada terorisme.
Selain itu juga sosialisasi dan promosi pemolisian masyarakat sebagai upaya pencegahan ekstremisme berbasis krkerasan yang mengarah pada terorisme.
Terkait hal ini, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjelaskan soal penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan Dan Penanggulangan Ekstremisme. Hal ini untuk meluruskan dugaan pihak-pihak yang mencurigai Perpres tersebut. Moeldoko mengatakan, penerbitan Perpres Ekstrimisme tersebut harus dilihat secara rasional.
"Mungkin ada berbagai pihak yang curiga macam-macam . Begini loh. Kita mesti rasionallah. Untuk itu kita harus menggunakan rasio, kecukupan, antara jumlah penduduk dengan jumlah polisi," ujar Moeldoko dari keterangannya kepada wartawan yang dikutip, Kamis (21/1/2021).
Moeldoko memaparkan, jumlah polisi di Indonesia diperkirakan ada sekitar 470 ribu personel, sementara jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa. Sehingga jika dihitung, kata Moeldoko, satu polisi harus mengelola kurang lebih 500 orang masyarakat.
Selain itu, pertimbangan lainnya menurut Moeldoko adalah pasca reformasi banyak yang merasa khawatir untuk berbicara mengenai kewaspadaan. Padahal, menurutnya, masalah kewaspadaan ini sangat penting.
"Begitu kita bicara kewaspadaan takut dicap nggak reformis, dicap orde baru, dan seterusnya. Padahal kewaspadaan itu menjadi sangat penting ya. Karena kalau kita tidak waspada kita menjadi bangsa yang teledor, lalai. Kita ada ancaman, karena kita tidak waspada, ya tenang-tenang saja," kata Moeldoko.
Lebih lanjut, Moeldoko juga menyinggung soal kamtibmas yang tidak bisa jika hanya ditangani oleh kepolisian maupun pemerintah. Tapi perlu juga melibatkan seluruh masyarakat. Dia menegaskan, hal ini sifatnya adalah pemberdayaan.
Dia menambahkan, Perpres ini juga mendapat dukungan dari kelompok masyarakat sipil seperti Wahid Foundation.
"Itu saya pikir bagian dari demokrasi ya. Bagaimana mengelola masyarakat itu untuk terlibat di dalam mengelola situasi," kata Moeldoko.
Oleh karena itu, Moeldoko mengajak masyarakat untuk memahami dengan baik bahwa dalam situasi seperti saat ini keterlibatan masyarakat perlu disambut bersama.
Adapun pelatihan terhadap masyarakat seperti yang diatur dalam Perpres Ekstremisme itu dimaksudkan untuk membangun kesadaran agar masyarakat berkontribusi aktif atas situasi di wilayahnya masing-masing.
"Ini salah satu tugas negara, tugas konstitusional. Karena negara melindungi segenap bangsa. Melindungi seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai ancaman," kata Moeldoko.
"Masyarakat juga berkontribusi atas situasi di wilayahnya masing-masing. Beberapa negara juga melakukan seperti itu," pungkasnya.