Megawati 'Disenggol', PDIP Sebut SBY Zalimi Diri Sendiri untuk Politik Pencitraan
ERA.id - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Ali mengungkapkan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku telah membuat Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri 'kecolongan' dua kali. Salah satunya pada tahun 2004, ketika Presiden RI kelima itu maju sebagai calon presiden.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut SBY telah membuktikan sedang memainkan politik pencitraan dengan menzalimi dirinya sendiri. Sebab, kata Hasto, pada 2004 SBY bertindak seolah sebagai pihak yang dizalimi.
"Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah 'kecolongan dua kali' sebagai cermin moralitas tersebut. Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizalimi oleh Bu Mega, ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik pencitraan," ujar Hasto melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Kamis (18/2/2021).
Kisah yang disampaikan Marzuki Ali, kata Hasto mengingatkannya pada cerita almarhum Cornelis Lay, guru besar Fisipol UGM, bahwa sebelum SBY menjadi Menkopolhukam di Kabinet Gotong Royong, ada elit partai mempertanyakan keterkaitan SBY sebagai mantu Pak Sarwo Edhie yang dipersepsikan berbeda dengan Bung Karno, dan juga terkait dengan serangan kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.
Namun saat itu, kata Hasto, sikap Megawati lebih mengedepankan rekonsiliasi nasional dan persatuan.
"Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menkopolhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada 'Indonesia' dalam TNI sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu? Mari kita melihat ke depan," kata Hasto mengutip pernyataan Megawati.
Lebih lanjut, Hasto menyebut, pernyataan Marzuki Ali tentang 'curhatan' SBY merupakan bagian dari dialektika kebenaran sejarah tersebut.
"Dengan pernyataan Pak Marzuki itu, saya juga menjadi paham, mengapa Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Pertamina, paska pilpres 2004, lalu diberikan kepada Exxon Mobil. Nah kalau terhadap hal ini, rakyat dan bangsa Indonesia yang kecolongan," pungkasnya.