Twitter Kehilangan Pamor?

Jakarta, era.id – Sambil berjibaku di dalam penuhnya kereta, Sara mengeluarkan gawai dari saku. Tangannya aktif berselancar melihat foto-foto di dalam aplikasi Instagram.

Kegiatan yang saban dilakukan tiap pagi untuk menghibur diri dalam perjuangan naik kereta. Meski kuota internet yang dihabiskan lebih banyak, tidak masalah buatnya. Padahal dulu, dia setia memelototi twitter. Untuk sekadar mengetahui kondisi kereta api dan lalu lintas atau nyampah status.

Nama besar Twitter dalam beberapa tahun terakhir memang seakan tenggelam. Twitter yang begitu diminati masyarakat dunia, kisaran tahun 2010-2012, mulai tergeser eksistensinya oleh kedigdayaan Instagram. 

Menurut pengamat teknologi Damar Juniarto, fenomena ini lantaran masyarakat, khususnya anak muda, lebih menyukai visual ketimbang tulisan. Akibatnya, Instagram yang lebih mengedepankan visual baik foto maupun video, lebih banyak dilirik generasi muda ketimbang Twitter yang mengutamakan teks.

Baca: Pengguna Instagram yang Menua

"Twitter dianggap tidak cukup memenuhi kebutuhan mereka (anak muda), karena kebutuhan mereka kan lebih ke visual. twitter kan base-nya lebih banyak (informasi) saat ini, sementara mereka tidak terlalu butuh dengan base itu. Mereka butuh gambar yang lebih banyak interaksinya dalam bentuk video,” jelas Damar saat dihubungi era.id, Minggu (18/3/2018).

Lagi, Damar menerangkan, pengguna Twitter pun jumlahnya cenderung stagnan. Twitter banyak dipakai oleh generasi X sejak awal kemunculannya. Sedangkan generasi Y dan Z sedikit yang memilih Twitter dan lebih merapat ke Instagram. Selain pengguna Twitter mulai berhijrah ke Instagram, medsos ini juga minim penambahan pengguna.

Baca: Instagram dan Snapchat Setop Fitur GIF

"Twitter itu stagnan, jadi dia tidak tumbuh user-nya. Jadi user-nya masih sama, masih generasi X. Dia tidak dapat generasi muda dari yang (generasi) Y, milenial, maupun yang Z. Jadi itu sebenarnya bukan ditinggalkan, tapi karena yang muda waktu itu sekarang sudah jadi tua," terang Damar.

Meskipun Twitter berbenah menambah jumlah maksimal karakter, dari 150 karakter menjadi 280, hal ini tidak bisa menyelamatkan eksistensi Twitter kembali ke masa keemasannya. Lagi-lagi, kalau kata Damar ini karena berbasis teks, bukan visual seperti yang ditawarkan Instagram.

"Kalau saya lihat tidak terlalu berpengaruh, karena yang 280 (karakter) kan juga tidak membantu banyak karena masih text based. Itu yang membuat Twitter tidak diminati oleh anak muda," ujar dia.

Mengutip penelitian Nielsen, Damar menyebut setiap generasi punya sosial media pilihannya sendiri. Oleh karenanya, baik Twitter, Instagram, maupun sosial media lainnya, punya pengguna yang berbeda segmentasi usianya. 

Benarkah Twitter ditinggalkan?

Merujuk pada data statista.com, fitur 280 karakter yang baru memang tidak sanggup menambah user Twitter secara signifikan. Jumlahnya masih berkisar antara 330 juta saja.

Masih dari data di atas, pamor Twitter mulai kesulitan merangkak pada kuartal akhir tahun 2014. Padahal sejak kuartal pertama tahun 2010, angka 30 juta pengguna begitu cepat melesat. Dalam waktu 3 tahun, pengguna twitter bertambah 225 juta.

Twitter Indonesia sendiri termasuk pelit berbagi informasi berapa jumlah user pasti di negeri ini. Entah apa alasannya. Namun negeri ini masih diklaim sebagai salah satu negara paling berisik di sejagat Twitter.

Setidaknya, tahun lalu, ada 4,1 juta tweet yang berasal dari Indonesia. 77 persen pengguna aktif setiap harinya. Dari 77 persen tersebut, 54 persen di antaranya melakukan 2 tweet setiap harinya.

Jadi seperti kata Damar tadi, setiap media sosial memang punya segmentasi yang tidak sama. Enggak percaya? Tengok saja duo petinggi DPR, Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Saban hari, mereka jarang absen untuk berisik di Twitter. Entah sekadar untuk me-retweet atau bikin kultwit.

 

Tag: media sosial