UGM Mundur dari Penelitian Vaksin Covid-19 Nusantara 'Made in Dokter Terawan', Ini Alasannya

ERA.id - Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM mengajukan pengunduran diri dari tim penelitian uji klinis Vaksin Nusantara yang dicetuskan oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Purtanto.

Alasannya, nama mereka dicatut tapi tidak pernah diajak terlibat dalam proses uji klinis Vaksin Nusantara, termasuk dalam penyusunan protokol.

"Belum ada keterlibatan sama sekali. Kita baru tahu saat itu muncul di media massa bahwa itu dikembangkan di Semarang kemudian disebutkan dalam pengembangannya melibatkan tim dari UGM," ucap Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan Yodi Mahendradhata dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Selasa (9/3/2021).

Yodi mengatakan, sejumlah peneliti UGM sempat menerima komunikasi informal terkait rencana pengembangan Vaksin Nusantara di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan, dan menyatakan bersedia mendukung penelitian yang akan dilakukan.

Namun, dalam perkembangannya, tidak terdapat komunikasi lebih lanjut terkait penelitian Vaksin Nusantara. Yodi mengungkapkan, para peneliti bahkan tidak mengetahui bahwa Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor HK 01.07/MENKES/11176/2020 yang mencantumkan nama mereka beserta posisi yang mereka duduki dalam tim ini.

"Waktu itu belum ada detail ini vaksinnya seperti apa, namanya saja kita tidak tahu. Hanya waktu itu diminta untuk membantu, ya kami di UGM jika ada permintaan dari pemerintah seperti itu kami berinisiatif untuk membantu," kata Yodi.

Para peneliti, terangnya, selanjutnya merasa keberatan karena tidak pernah dilibatkan dalam seluruh proses penelitian, bahkan sama sekali belum pernah melihat protokol uji klinis. Karenanya mereka juga tidak dapat memberikan komentar apa pun terkait vaksin yang dimaksud beserta proses penelitiannya.

Yodi mengatakan, selama pandemi COVID-19, FK-KMK UGM sendiri telah terlibat dalam sejumlah penelitian, salah satunya penelitian Vaksin Merah Putih bersama beberapa perguruan tinggi lainnya di bawah konsorsium yang diinisiasi Kementerian Riset dan Teknologi.

"FK-KMK UGM juga bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengawal program vaksinasi yang telah berjalan dan memantau hal-hal yang bisa diperbaiki dari pelaksanaan di lapangan," katanya.

Berdasarkan pengalaman dari penelitian yang telah berjalan, menurut Yodi, penelitian yang dikerjakan dengan melibatkan kerja sama sejumlah pihak memerlukan komunikasi yang intens antara pihak-pihak yang terlibat serta proses koordinasi yang dibangun dengan baik sebelum dan selama penelitian dilakukan.

Yodi melanjutkan, dalam kerja sama penelitian lazimnya pihak-pihak yang terlibat akan terlebih dahulu mengadakan pertemuan dan koordinasi sebelum penelitian dimulai, dan dalam hal ini Kementerian Kesehatan selaku koordinator penelitian diharapkan memberikan sosialisasi dan menjelaskan detail penelitian yang akan dikerjakan.

Namun, alam kasus ini, tahapan-tahapan tersebut tidak dilakukan dan peneliti yang namanya telah tercantum dalam Surat Keputusan Menkes bahkan belum mengetahui detail penelitian sebelum hal tersebut akhirnya muncul di pemberitaan media massa.

"Kita belum pernah menerima surat resmi, protokol, atau apapun. Teman-teman agak keberatan, kalau disebutkan sebagai tim pengembang kan harus tahu persis yang diteliti apa," tegasnya.

Seperti diketahui, Vaksin Nusantara dibuat dengan menggunakan platform berbasis sel dendritik yang dikembangkan oleh para ilmuwan dari Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, dengan menggandeng PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bekerja sama AIVITA Biomedical Inc asal California, Amerika Serikat. Serta didukung oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kemenkes.

Vaksin Nusantara telah menyelesaikn uji klinis tahap I dan sedang menjalani uji klinis tahap II. Klaimnya, vaksin yang dikembangkannya sejak menjabat sebagai Menkes ini bisa memproduksi kekebalan tubuh yang memberikan perlindungan dengan jangka waktu yang panjang. Selain itu, dia mengatakan vaksin ini bersifat personal dan bisa digunakan semua kalangan termasuk yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

"Tentunya konsep generalized harus diubah menjadi konsep personality individual vaccination," kata Terawan.