PT TMI Bantah Terlibat Pengadaan Alpalhankam Kemenhan
ERA.id - PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) membantah terlibat pengadaan alat pertahanan dan keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (alpalhankam) dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Corporate Secretary PT TMI Wicaksono Aji menegaskan, tidak pernah ada kontrak apapun dengan Kemenhan.
"Perlu diketahui bahwa tidak ada satu kontrakpun dari Kementerian Pertahanan ke PT TMI. PT TMI tidak ditugaskan untuk pembelian atau pengadaan oleh Kementerian Pertahanan," ujar Wicaksono melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu (2/6/2021).
Wacaksono menjelaskan, PT TMI dibentuk oleh Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan, dulunya adalah Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan di bawah Kementerian Pertahanan.
Perusahaannya berperan untuk menganalisa dan memberi masukan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, baik itu pemerintah, pendidikan ataupun swasta dalam hal transfer of technologi (ToT).
"Kehadiran PT TMI adalah untuk menjawab permasalahan ToT yang selama ini belum maksimal, yang kerap kali disebabkan oleh beberapa prinsipal yang belum penuh dalam memberikan teknologinya kepada Indonesia," kata Wicaksono.
Untuk diketahui, Kementerian Pertahanan berencana membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI dengan meminjam uang kepada negara asing. Hal tersebut tertuang pada rancangan Peraturan Presiden tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024 (Alpalhankam).
Dalam rancangan perpres tersebut dijelaskan pada pasal 7, biaya yang dibutuhkan untuk membeli alutsista adalah USD 124.995.000, yang jika dikonversikan sekitar Rp 1.788.228.482.251.470 kuadriliun.
Kemudian secara merinci meliputi akuisisi Alpalhankam sebesar USD 79.099.625.314, pembayaran bunga tetap selama 5 Renstra sebesar USD 13.390.000.000, untuk dana kontingensi serta pemeliharaan dan perawatan Alpalhankam sebesar USD 32.505.274.686.
Terkait hal tersebut, Juru bicara Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, Dahnil Anzar Simanjuntak memberikan klarifikasi. Menurutnya, data yang bocor ke publik itu masih dalam kajian dan belum final.
"Raperpres adalah dokumen perencanaan dalam proses pembahasan dan pengujian mendalam, bukan dan belum menjadi keputusan final," kata Dahnil Anzar Simanjuntak dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (1/6).