Tuntutan Tonny Pintu Masuk Pelaku Lain Korupsi Hubla
Meski begitu, jaksa masih menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan terakhir yang dilakukan KPK. "Ada kemungkinan (penyelidikan baru), tapi itu wewenang di penyelidikan dan penyidikan," kata jaksa Dody Sukmono di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).
Hingga saat ini, jaksa belum dapat memastikan nama-nama baru yang akan diselidiki, termasuk belum bisa dipastikannya keterlibatan nama mantan Menteri Perhubungan (Ignasius Jonan), yang menjabat sebagai atasan langsung Tonny ketika kasus suap terjadi.
Dody mengatakan, hingga kini pihaknya belum memeriksa Jonan terkait perkara ini. Ia mengatakan, pihaknya saat ini fokus pada perkara Tonny. "Ini kan berdasarkan fakta-fakta persidangan, dan informasi yang terungkap di persidangan akan didalami lebih lanjut," ujar Dody.
"Kita fokus ke perbuatan Antonius (Tonny) Budiono. Kemungkinan fakta di persidangan seperti itu, nah itu tidak menutup kemungkinan akan kita dalami. Ya nanti akan kami periksa," tambahnya.
Sebelum kasus Tonny bergulir di pengadilan pada Desember 2017 lalu, KPK telah memanggil Jonan untuk diperiksa terkait kasus suap yang menjerat mantan anak buahnya. Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu mangkir dari pemeriksaan, dan hingga kini tak pernah lagi muncul dalam kasus Tonny.
Berdasarkan pengakuan Tonny, Jonan pernah memberinya uang senilai 20 ribu dolar AS sebagai imbalan untuk Tonny yang kala itu berhasil menemukan black box milik pesawat Air Asia QZ8501 yang mengalami kecelakaan di perairan Kalimantan pada Desember 2014. Tonny juga mengakui Jonan pernah memberinya bolpoint merk Montblanc yang harganya mencapai jutaan rupiah.
Dalam hal ini, Tonny diduga menerima suap saat mengerjakan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Hubla Tahun Anggaran 2016-2017. Uang sejumlah Rp2,3 miliar itu, diberikan oleh mantan Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adiputra Kurniawan yang telah divonis hukuman penjara empat tahun.
Tonny juga diduga menerima gratifikasi yang nilainya mencapai lebih dari Rp20 miliar. Gratifikasi itu diterima dalam pecahan berbagai mata uang asing dan berharga lainnya. Atas perbuatannya, Tonny didakwa melanggar Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan 12 B UU 20/2001 Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.