Fatwa MUI Masih Berlaku: LGBT dan Anal Seks Haram, Pelaku Sodomi Bisa Dihukum Mati
ERA.id - Beberapa hari terakhir publik dibuat heboh oleh pemberitaan terkait ayah Taqy Malik yakni Mansyardin Malik yang diduga melakukan penyimpangan seksual. Istri sirinya, Marlina mengaku mendapatkan paksaan hubungan seksual melalui anal oleh Mansyardin.
Bersama kuasa hukumnya, Sunan Kalijaga, Marlina pun mengadukan kasus tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Selasa (14/9/2021).
MUI pun secara tegas melarang praktik anal seks dan menyebut hal itu dilarang dalam agama Islam. Sebelumnya, Marlina mengatakan bahwa ayah Taqy Malik sempat berdalih untuk memaksanya melakukan anal seks karena diperbolehkan oleh sebagaian ulama.
MUI sendiri sebetulnya pernah mengeluarkan fatwa terkait hal itu, termasuk soal lesbian dan gay serta hubungan anal seks. Dalam fatwanya, disebutkan lesbian dan gay maupun orang yang melalukan anal seks dapat dikenakan hukuman mati.
Adapun aturan tersebut tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan. Fatwa tersebut ditetapkan pada 31 Desember 2014.
Dalam Fatwa tersebut dijelaskan yang dimaksud dengan :
1. Homoseks adalah aktivitas seksual seseorang yang dilakukan terhadap seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama, baik laki-laki maupun perempuan.
2. Lesbi adalah istilah untuk aktivitas seksual yang dilakukan antara perempuan dengan perempuan.
3. Gay adalah istilah untuk aktivitas seksual yang dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki
4. Sodomi adalah istilah untuk aktivitas seksual secara melawan hukum syar’i dengan cara senggama melalui dubur/anus atau dikenal dengan liwath.
5. Pencabulan adalah istilah untuk aktivitas seksual yang dilakukan terhadap seseorang yang tidak memiliki ikatan suami istri seperti meraba, meremas, mencumbu, dan aktivitas lainnya, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak, yang tidak dibenarkan secara syar’i.
6. Hadd adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya telah ditetapkan oleh nash.
7. Ta’zir adalah jenis hukuman atas tindak pidana yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang menetapkan hukuman).
Dari penjelasan itu, MUI menentukan hukuman sebagai berikut:
1. Hubungan seksual hanya dibolehkan bagi seseorang yang memiliki hubungan suami isteri, yaitu pasangan lelaki dan wanita berdasarkan nikah yang sah secara syar'i.
2. Orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan.
3. Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).
4. Pelaku homoseksual, baik lesbian maupu gay, termasuk biseksual dikenakan hukuman hadd dan/atau ta’zir oleh pihak yang berwenang.
5. Sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah).
6. Pelaku sodomi dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati.
7. Aktivitas homoseksual selain dengan cara sodomi (liwath) hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukuman ta’zir.
8. Aktivitas pencabulan, yakni pelampiasan nasfu seksual seperti meraba, meremas, dan aktifitas lainnya tanpa ikatan pernikahan yang sah, yang dilakukan oleh seseorang, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak hukumnya haram.
9. Pelaku pencabulan sebagaimana dimaksud pada angka 8 dikenakan hukuman ta’zir.
10. Dalam hal korban dari kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi, dan pencabulan adalah anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.
11. Melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.
MUI juga merekomendasikan agar pemerintah wajib mencegah meluasnya kemenyimpangan orientasi seksual di masyarakat dengan melakukan layanan rehabilitasi bagi pelaku dan disertai dengan penegakan hukum yang keras dan tegas.
Selain itu, MUI juga meminta pemerintah tidak membiarkan keberadaan aktivitas homoseksual, sodomi, pencabulan dan orientasi seksual menyimpang lainnya hidup dan tumbuh di tengah masyarakat. Serta melarang pemerintah melegalkan pernikahan sesama jenis.