Pelaku Pemerkosa Anak Tiri di Tangerang Masih Berkeliaran, KPAI: Jangan Ada Mediasi, Polisi Segera Tuntaskan

ERA.id - Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus pemerkosaan yang menimpa anak berusia 13 tahun oleh bapak tirinya di Tangerang. Kasus tersebut sebenarnya telah dilaporkan ke Polres Metro Tangerang Kota pada Oktober 2020 lalu namun hingga kini belum ada kejelasannya.

Komisioner KPAI, Putu Elvina mengatakan pihaknya telah melayangkan surat rekomendasi dan informasi tindak lanjut kasus tersebut ke Polres Metro Tangerang Kota. Namun, surat yang dilayangkan pada Maret 2021 lalu itu belum ada balasan.

"Memang kita juga belum dapat balasan surat itu," ujarnya, Kamis, (20/09/2021) ketika dihubungi melalui telepon.

Seharusnya kata Putu, terkait proses penanganan hukum menjadi kewajiban bagi kepolisian. Sehingga harus segera diupayakan apalagi semua bukti yang dilampirkan sudah jelas.

"Kita dorong adalah agar proses hukumnya segera dilakukan karena menimbang terkait keadilan bagi korban," kata Putu.

Dia mengatakan bila hal ini tak segera diproses tentu akan menjadi masalah. Artinya, penegakan hukum untuk kasus pemerkosaan ini ternyata sangat rumit untuk mendapat keadilan.

"Harapan kita pihak Polres bisa segeralah selesaikan kasus ini," kata Putu.

Putu mengatakan banyak kasus serupa yang kemudian mendapat kendala di proses hukum yang berlarut-larut. Sehingga, tidak memberikan kepastian terhadap korban yang mengharapkan keadilan.

"Tentu sangat disayangkan, kita minta komitmen dari kepolisian untuk segera menuntaskan kasus ini," tegasnya.

Dia mengatakan beberapa kasus serupa juga sempat mendapat arahan dari kepolisian untuk melakukan mediasi antara korban dan pelaku. Hal ini tentunya, kata Putu tidak dapat dibenarkan.

"Mediasi tidak bisa dipraktekkan untuk kasus kejahatan seksual, karena mediasi yakni perdamaian mencari jalan terbaik untuk penyelesaian diluar tindak pidana," katanya.

Dia menegaskan kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur bukan termasuk delik aduan. Ini adalah pidana murni sehingga proses hukum tidak bisa dihentikan.

"Kami berharap ini tidak mediasi. Kalau ini difasilitasi untuk perdamaian tentu ini di luar jalur. Ini kemudian kita harus hati-hati, pidana terhadap anak ini merupakan pidana umum. Bukan aduan dan harus mediasi dan terjadi kesepakatan perdamaian," jelasnya.

Lantaran bukan delik aduan, Putu pun meminta aparat penegak hukum segera melakukan tindakan.

"Apalagi pelakunya orang tua, hukumnya pidana sepertiga dari pidana yang ditentukan. Jadi bukan berarti meringankan dengan cara mediasi tapi ini perlu mendapat pemberatan jadi efek jera," tutur Putu.

Dia berharap pelaku pemerkosaan di Tangerang ini dapat dihukum lebih berat. Lantaran, pelaku yang seharusnya menjadi subjek pelindung namun malah memerkosa anak tirinya sendiri.

"Yang harus garis bawahi kalau kasus ini diselesaikan dengan cara perdamaian maka ini menjadi aib terhadap upaya penegakan hukum bagi Kasus perlindungan anak dimasa depan," tegas Putu.

Diketahui, kasus ini telah dilaporkan ke Polres Metro Tangerang Kota pada 21 Oktober 2021 lalu. Dengan tanda bukti lapor nomor : TBL/B/907/X/2020/PMJ/ Restro Tangerang Kota. Tindak pidana yang dilaporkan yakni persetubuhan atau pencabulan anak dibawah umur anak. Pasal 81 dan atau 82 UU RI No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Dalam laporan itu, pemerkosaan terjadi sejak September hingga Oktober 2020. Sebenarnya kasus itu terjadi di Kota Tangerang namun pelaku dan korban warga Tangerang Selatan. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2021, pelaku berinisial R hingga kini belum ditahan.

Putu pun mengecam hal tersebut. Seharusnya, bila ada penangguhan pihak berwajib harus melihat dahulu kasusnya. Bila kasus pemerkosaan seharunya tidak diberikan penangguhan.

"Walaupun hak untuk penangguhan penahanan itu ada ya tapi kan kemudian kita harus lihat juga kasus yang diberikan penangguhan penahanan kasus kejahatan seksual," katanya.

Beberapa kali kasus serupa terjadi, pelaku mendapat penangguhan. Namun, hal ini malah menjadi celah bagi pelaku untuk melakukan tindakan intimidasi kepada korban.

"Pelaku yang tidak ditahan dan mendapatkan penangguhan mereka sering merasa trauma pada saat pelaku lewat di depan rumah. Kejahatan seksual itu kan dilakukan oleh terdekat dari korban, tetangga, orang tua, sehingga pelaku ketakutan dan mereka terintimidasi," jelas Putu.

"Penangguhan penahanan seperti Kasus ini akan berdampak terhadap trauma korban itu yang kita sayangkan. Kasus kejahatan seksual ini kasus serius tak semestinya mendapatkan penangguhan penahanan," tambahnya.

Putu pun berencana melayangkan kembali surat tersebut ke Polres Metro Tangerang Kota untuk segera menangani kasus ini.

"Surat pertama tidak dibalas ya kita dorong lagi untuk surat kedua. Walaupun itu juga kami lakukan koordinasi di lapangan seperti apa kendala di lapangan," katanya.

Sebelumnya, Kepala UPT P2TP2A Kota Tangerang Selatan, Tri Purwanto mengatakan kasus ini baru ditangani oleh Polres Metro Tangerang Kota setelah 11 bulan berlarut-larut. Kata dia, pelapor yang merupakan ibu korban ini saat melapor mandiri tidak mendapat tanggapan.

"Baru pada Rabu 21 oktober 2020 membuat laporan ke Polres Metro Tangerang Kota, dengan pendampingan dari kami dan diterima BAP dan virum pada 23 oktober 2020. Rabu 28 oktober kita konsultasi dan memberitahu juga ayah kandung korban.. tanggal 12 april 2021, tersangka ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya, Rabu, (22/09/2021).

Setelah ditekan oleh P2TP2A Kota Tangerang, akhirnya Polres Metro Tangerang Kota melakukan tindakan. Kasus tersebut sudah masuk tahap P21 di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang.

"Lalu tahap P21, pelimpahan berkas, pertama berkasnya dan penyerahan barang bukti ke kejaksaan. Harusnya kemarin (Selasa/22/09/2021) sudah P21 tahap 2. Namun kita belum dapat informasi lagi, ini sudah tahap 2 atau belum," jelasnya.

Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka pada awal 2021 lalu, pelaku pemerkosaan belum juga ditahan. Pelaku yang diketahui berinisial R ini masih berkeliaran bebas. Tri mengungkapkan R merupakan seorang pengusaha Alat Kesehatan (Alkes).

"Yang mengenaskan ada penangguhan penanganan, apa alasannya? Ini tidak terinformasikan secara ilmiah belum sempat ada informasi penahanan. Statusnya pelaku sudah ditetapkan jadi tersangka. R ini pengusaha Alkes," kata Tri.

Kata Tri, meski telah dilakukan pendampingan untuk pemulihan mental di rumah aman, korban masih dalam keadaan trauma mendalam. Betapa tidak kejadian ini telah dilakukan sepanjang September 2019 hingga Oktober 2020.

"Dilakukan oleh ayah tiri dan ini terjadi 10 kali. Korban sekarang merasa adanya trauma berat dan sulit tidur di malam hari, membatas interaksi dan adanya keinginan untuk membalas dendam," ungkap Tri.