Jokowi Kaget Sopir Truk Kena Pungli Rp2 Juta
"Saya sudah dengar semuanya. Saya kaget tadi ternyata banyak 'cap'. Saya juga tidak tahu 'cap' itu apa. Saya baru dikasih tahu, oh 'cap' itu kayak gitu," kata Presiden Joko Widodo dilansir dari Antara, Selasa (8/5/2018).
Presiden mengetahui itu setelah bertemu dengan sekitar 70 orang pengemudi truk dari berbagai kelompok. Pertemuan ini turut dihadiri Wakapolri Komjen Syafruddin dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Presiden mendengar keluhan para sopir truk mengenai banyaknya premanisme berbentuk pengecatan truk dengan nama kelompok tertentu saat melintasi jalanan.
Bila truk sudah dicat atau lazim disebut 'dicap' maka pengemudi harus membayar sejumlah uang kepada kelompok yang 'mengecap' truk tersebut. Bila tidak, kaca truk itu akan dipecahkan, atau ban akan disobek, bahkan sopir ditodong dengan golok. Hal itu biasa terjadi di pulau Sumatera, Jawa maupun Kalimantan.
"Oh punglinya preman, jalan mana lagi? Di Marunda? Cakung-Cilincing, Cikampek-Cirebon, terus mana lagi? Lampung mana? Lintas Timur, oke biar dicatat Pak Wakapolri (Komjen Polisi Syafrudin), Samarinda-Balikpapan pungli petugas? Oke terus, Mesuji, Prabumulih," kata Presiden mengulang pernyataan para sopir mengenai lokasi pungli yang mereka alami.
"Dari Jambi sampai Medan titik rawan paling banyak memasuki Riau dan memasuki Medan, lintas timur dari Lampung paling dominan wilayah hukumnya Polres Mesuji, mungkin Polres Mesuji sudah tahu tapi kewalahan mungkin perlu di-back up Mabes Polri," kata seorang sopir.
Baca Juga : Pesan Jokowi Hadapi Revolusi Industri 4.0
Sementara, sopir lain mengeluhkan jalanan di lintas Sumatera seperti dari perbatasan Aceh, di Binjai sampai Medan, dan dari Medan sampai Pekanbaru batasnya hingga Bengkalis, lalu dimulai lagi dari jalur Pelalawan Riau.
"Kemarin sampai mobil teman saya dibakar, mulai lagi perbatasan Jambi dan Palembang, masuk Sumatera yang namanya Bedengseng, rajanya 'cap-capan' lewat rumah makan di situ kalau kita lewat saja kita enggak ngapa-ngapain kita lewat warung wajib bayar, kalau tidak bayar kaca pecah, kalau tidak golok sampai di leher, kalau tidak ban kita disobek, itu siang bolong," jelas sopir tersebut.
"Diminta berapa sih itu?" tanya Presiden.
"Bervariasi, berapa yang diingat dia saja, kalau Rp200 ribu ya Rp200 ribu, kalau Rp2 juta ya Rp2 juta," ungkap sopir.
"Lho kok gede banget?" tanya Presiden.
"Ya begitu Pak, setelah itu jalur itu yang rawan lagi untuk sekarang-sekarang mulai Kabupaten Ogan Ilir sampai ke simpang Tanjung Lumbuk khususnya Kayu Agung, berbatasan dengan kabupaten Ogan Komering Ilir," jelas sopir.
Baca Juga : Jokowi Ingatkan Perbankan Harus Berani Ambil Risiko
"Berinya berapa?" tanya Presiden.
"Mobil yang pakai merek, bayar Rp10.000-Rp-20.000, satu kali lewat," jawab sopir.
"Stempel itu apa?" tanya Presiden.
"Yang disemprot-semprot di mobil kita itu pak, mobil kita dicat lalu dibikin merek dia," jawab sopir.
"Cap pengawalan? Ada apa lagi?" tanya Presiden.
"Di Sumatera merek itu RPAD, ke medan PSDS, ASDS, KR, Sinar Toba, Sapantau, APBK, ADL, Harimau Jalan, SBN, masih banyak susah menghitungnya kalau ditulis satu buku," jawab sopir.
Baca Juga : Pelayanan Publik Masih Disusupi Pungli
"Banyak banget itu," kata Presiden.
"Di daerah Marunda pengawalannya TRK sama HCP wilayah Jakarta, intinya pengemudi pengen rasa nyaman, ingin anak bisa sekolah, ingin aman," timpal sopir lain.
"Ini yang saya ingin dengar langsung dari bapak semuanya, ini dari Sumatera ada, Kalimantan juga, Jawa ada komplet, saya kira di Jawa saja," tambah Presiden.