Sekjen PDIP Tawarkan Beasiswa untuk Kaji Perbandingan Kinerja Jokowi dan SBY, Ternyata 'Banjir' Peserta

ERA.id - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menawarkan beasiswa bagi masyarakat yang ingin membuat kajian perbandingan kinerja antara Presiden Joko Widodo dan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Belakangan, tawarannya itu 'kebanjiran' peserta.

Menurut Hasto, jumlah peminatnya mencapai 53 orang yang terdiri dari kalangan mahasiswa S2 dan S3 dari berbagai latar belakang perguruan tinggi ternama.

"Peminatnya sangat banyak, mencapai 53 orang. Sebagian besar mengambil program S2 dan S3 dan berasal dari kalangan perguruan tinggi ternama," ujar Hasto melalui keterangan tertulisnya, Senin (25/10/2021).

Hasto menyebutkan, sejumlah peserta ada yang diketahui berasal dari Universitas Indonesia, UGM, Universitas Airlangga, UIN Banda Aceh, hingga dari Oslo University, Manila University, hingga Universiti Sains Malaysia.

Adapun yang menjadi kajian penelitian antara lain mencakup ilmu pemerintahan, politik, kebijakan publik, kepemimpinan, psikologi, manajemen, dan kelembagaan organisasi pemerintahan. Menurutnya, penelitian ini penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

"Dalam kaitannya dengan kepemimpinan nasional, hasil penelitian itu nantinya sangat penting sebagai bagian pendidikan politik bangsa tentang proses menjadi pemimpin, kapasitas pemimpin, prestasi pemimpin, tanggung jawab dan bagaimana legacy seorang presiden diambil. Apakah kepemimpinan seorang presiden benar-benar untuk bangsa dan negara atau hanya untuk kepentingan popularitas semata," kata Hasto.

Lebih lanjut, Hasto bilang, kajian terkait kualitas pemilu selama kepemimpinan seorang presiden juga penting. Misalnya, pada tahun 2009 ada parpol yang mencapai kenaikan perolehan suara 300 persen. Hal ini menarik karena bisa mencari tahu apakah capaian itu merupakan hasil kerja organisasi atau ada campur tangan kekuasaan.

"Penelitian tentang kualitas pemilu sangat penting, mengingat saat ini sedang dibahas tahapan Pemilu. Bagi PDI Perjuangan upaya peningkatan kualitas Pemilu menjadi tema kajian akademis yang sangat menarik karena obyektif dan bisa metodologinya bisa dipertanggungjawabkan secara akademis," kata Hasto.

Hasto mengatakan, riset dan analisis kebijakan ini bisa meningkatkan kualitas demokrasi dan sistem politik Indonesia.

"Dengan mengedepankan riset untuk analisis kebijakan diharapkan dapat meningkatkan kualitas demokrasi dan bagaimana sistem politik Indonesia benar-benar mengabdi pada rakyat, bangsa dan negara Indonesia," katanya.

Untuk diketahui, ditemui usai acara di Kantor DPP PDIP pada Sabtu (23/10), Hasto menawarkan beasiswa kepada pihak manapun yang berminat mengkaji perbandingan kinerja Presiden Jokowi dengan Presiden SBY. Tawarin ini untuk menghindari klaim sepihak yang berpotensi menjadi rumor politik.

Dia mengatakan, kajian akademis bisa menggunakan aspek kuantitatif untuk membandingkan pembangunan infrastruktur di era Jokowi dan SBY.

"Saya pribadi menawarkan beasiswa bagi mereka yang akan melakukan kajian untuk membandingkan antara kinerja dari Presiden Jokowi dengan Presiden SBY. Sehingga tidak menjadi rumor politik, tapi berdasarkan kajian akademis yang bisa dipertanggungjawabkan aspek objektivitasnya," kata Hasto.

"Misalnya, bagaimana jumlah jembatan yang dibangun antara 10 tahun Pak SBY dengan Pak Jokowi saat ini saja. Jumlah pelabuhan, jalan tol, lahan-lahan pertanian untuk rakyat, bendungan-bendungan untuk rakyat, itukan bisa dilakukan penelitian yang objektif," imbuhnya.

Sebelumnya, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan mengingatkan semua pihak, tidak etis membanding-bandingkan kinerja presiden. Sebab masing-masing presiden punya kelebihan dan kelemahan. Hal ini menanggapi pernyataan Hasto yang kerap membanding-bandingkan kinerja Jokowi dengan SBY.

"Sebenarnya membanding-bandingkan presiden satu dengan presiden lainnya itu tidak etis. Karena bagaimanapun juga setiap presiden itu memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda dan masing-masing presiden memiliki keunggulan dan kelemahan," ujar Syarief kepada wartawan, Minggu (24/10).

Wakil Ketua MPR RI ini menuturkan, setiap presiden memiliki gaya kepemimpinan masing-masing. Presiden Jokowi tidak mengikuti gaya presiden sebelumnya.

"Karena setiap presiden memiliki gaya masing-masing. Tidak bisa gayanya SBY, diminta supaya dilakukan oleh Jokowi atau gayanya Ibu Mega harus diikuti oleh SBY, tidak bisa," kata Syarief.

"Ibu Mega ya Ibu Mega, SBY ya SBY, Jokowi ya Jokowi," tegasnya.