PKS Sebut Ijtihadnya Soal UU Ciptaker Sejalan dengan MK: Ini UU yang 'Kejar Tayang'

ERA.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) sejalan dengan pandangan partainya. PKS menilai UU Ciptaker bertentangan dengan konstitusi dan hanya memihak para investor.

"Hari ini ijtihad PKS dibenarkan MK. UU Ciptaker menjadi inkonstitusional bersyarat, sampai diperbaiki selama 2 tahun oleh pembentuk UU," kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mulyanto kepada wartawan, Kamis (25/11/2021).

PKS, kata Mulyanto juga meminta pemerintah dan DPR memenuhi putusan MK untuk memperbaiki UU Cipatker. Jika tidak, maka UU sapu jagat itu akan bertentangan dengan konstitusi secara permanen.

"Bila tidak diperbaiki, maka UU ini akan menjadi inkonstitusional permanen," kata Mulyanto.

Dia menjelaskan, partainya sejak awal sudah melihat UU Ciptaker sebagai produk perundang-undangan yang bermasalah dari segi formil. Sebab, dibuat dan diputuskan dengan tergesa-gesa hingga kurang melibatkan partisipasi publik.

Mulyato menyinggung proses pembahasan UU Ciptaker yang ramai dikirik banyak pihak sebab membatalkan, mengubah, menambah dan memasukan norma baru sekali pukul. Selain itu juga dibahas di luar kompleks parlemen.

"Ini adalah UU yang kejar tayang, ngebut, tidak kenal reses, minim partisipasi publik, dan pembahasannya dilakukan secara pindah-pindah hotel, lalu akhirnya RUU ini diketok menjelang tengah malam gelap-gulita," katanya.

Sedangkan dari segi substansi, PKS menilai UU Ciptaker telah meliberalisasi sektor pertanian, kehutanan, perdagangan dan industri pertahanan nasional hingga mencekik buruh. Oleh alasan itu, partainya tegas menolak pengesahan UU Cipatker.

"Itulah sebabnya, setelah turut serta aktif dalam berbagai pembahasan, serta dengan menimbang manfaat dan mudharatnya bagi bangsa ini, PKS akhirnya menolak UU Cipta Kerja," tegasnya.

Dia berharap, putusan MK ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi DPR maupun pemerintah dalam menyusun dan membuat perundang-undangan.

"Ini menjadi pelajaran yang berharga bagi pembentuk UU, agar kedepan menjadi lebih baik," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Dalam pembacaan amar putusan, Ketua MK Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan [UU Cipta Kerja], undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman.