Eksekusi Pengosongan Tanah Bersertifikat di Medan Ricuh, Pemilik Tanah: Jangan Serobot Milik Kami
ERA.id - Proses eksekusi pengosongan lahan dan bangunan di Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), berakhir ricuh dan ditunda lantaran mendapat perlawanan dari pemilik tanah.
Petugas dari Pengadilan Negeri (PN) Medan yang akan mengeksekusi, memilih mundur lantaran keluarga pemilik tanah John Robert Simanjuntak dan Jhon Burman Sianipar menolak.
"Jangan serobot milik kami. Pengadilan jangan bawa selembar kertas kemari. Ini hak saya. Ini milik saya. Saya punya SHM. Saya pembeli yang punya itikad baik," kata John Robert, saat petugas datang dan hendak melakukan eksekusi, Selasa (7/12/2021).
Pantauan di lokasi, pemilik tanah bersama keluarga menolak kehadiran petugas juru sita dari PN Medan yang akan melakukan eksekusi. Bahkan, adu mulut dan aksi saling tolak dengan petugas yang dikawal pihak kepolisian tak terhindarkan.
John mengatakan, pihaknya menolak proses eksekusi lantaran objek tanah yang akan dieksekusi masih dalam proses hukum. Dia meminta petugas eksekusi dan kepolisian bekerja secara profesional.
Sementara itu, kuasa hukum John Robert Simanjuntak, Jonni Silitonga menjelaskan, munculnya surat eksekusi dari pihak PN Medan tersebut sarat dengan kejanggalan. Sebab, selama proses persidangan atas perkara nomor 79 yang diajukan oleh para penggugat, klien mereka tidak pernah dilibatkan.
Atas hal inilah mereka telah mengajukan banding atas munculnya surat eksekusi tersebut ke PTUN Medan.
"Dan itu masih berproses, sehingga tidak boleh ada eksekusi karena masih ada upaya hukum dari klien kami," pungkasnya.
Pada sisi lain kata Jonni, gugatan terhadap klien mereka sangat tidak mendasar mengingat klien mereka saat ini memiliki sertifikat SHM yang sah yang dibeli dari Irfan Anwar. Sementara Irfan Anwar sebelumnya membelinya dari seseorang bernama Margaret Br Sitorus istri dari Kasianus Manurung, pemilik tanah.
Karena itu, gugatan dari para penggugat yang merupakan keturunan dari istri kedua Kasianus Manurung menurutnya tidak mendasar apalagi sampai berujung pada eksekusi.
"Banyak kejanggalan surat ini dan cacat hukum. Bagaimana bisa pengadilan mau mengeksekusi tanah dengan SHM yang sertifikatnya masih sah. Dasar hukumnya apa? SHM itu kan dikeluarkan BPN yang diberi wewenang oleh negara. Kalau pun ada kasus semacam ini, setahu saya, sertifikatnya harus dibatalkan dulu, baru bisa diproses," pungkasnya.