Desy Ratnasari Usul Pejabat Publik Masuk Kategori Pelaku Tindak Pidana Seksual di Pasal Pidana RUU TPKS

ERA.id - Anggota Panitia Kerja (Panja) dari Fraksi PAN Desy Ratnasari mengusulkan pejabat publik masuk dalam kategori pelaku tindak pindana seksual ke dalam pasal ketentuan pidana Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

"Hal lain yang penting untuk disebutkan adalah pejabat publik, menurut saya ini penting. Mohon maaf, karena kita kenapa menyebutkan orang lain, sementara kita yang membuat UU tidak memasukan nama kita di situ," kata Desy dalam Rapat Panja RUU TPKS, Rabu (8/12/2021).

Kategori pelaku tindak pidana kekerasan seksual yang dimaksud Desy tercantum dalam Pasal 10 huruf a draf RUU TPKS. Diantaranya ada dokter, tenaga kesehatan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dimasukkan ke lembaga, lembaga nonpemerintah, lembaga internasional, rumah, rumah sakit, panti, dan balai.

Desy menilai, hal ini penting untuk kemudian menjadi pemikiran dan masukan bahwa pejabat publik masuk di dalam kategori jika ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, pasal 5, pasal 6.

"Menurut saya ini penting juga untuk bisa menjadi pemikiran dan masukan bahwa pejabat publik juga masuk di dalam kategori jika ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, 5, dan 6 itu dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga pendidik, psikolog, tenaga pendidikan, pejabat publik," kata Desy.

Desy berharap penambahan pejabat publik dalam kategori di pasal 10 itu menjadi upaya pencegahan.

"Ini sebagai sebuah penjagaan supaya kita juga menata diri, menata hati kita untuk kemudian bisa menjalankan hal ini. Kita tidak memberikan orang lain untuk menjalankan apa yang kita buat tapi diri kita sendiri juga harus melaksanakannya," kata Desy.

Berikut bunyi Pasal 10 dari draf RUU TPKS tanggal 18 November 2021:

bunyi Pasal 10 sebagaimana draf RUU TPKS per 18 November 2021, yang kemudian diberikan usulan oleh Desy sebagai berikut:

Pasal 10

Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 ditambah 1/3 (satu per tiga), apabila Tindak Pidana Kekerasan Seksual tersebut:  

a. dilakukan oleh dokter, tenaga kesehatan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dimasukkan ke lembaga, lembaga nonpemerintah, lembaga internasional, rumah, rumah sakit, panti, balai atau orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;

b. dilakukan secara berulang-ulang terhadap 1 (satu) orang yang sama;

c. dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu)  orang;

d. dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang secara bersama-sama dan bersekutu terhadap 1 (satu) orang yang sama;

e. dilakukan terhadap Anak;

f. dilakukan terhadap Penyandang Disabilitas;

g. dilakukan terhadap perempuan hamil;

h. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;

i. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana alam, atau perang;

j. mengakibatkan korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau penyakit menular;

k. mengakibatkan terhentinya dan/atau rusaknya fungsi organ dan/atau sistem reproduksi biologis; dan/atau

l. mengakibatkan korban meninggal dunia.