Sidang Praperadilan, Polres Kota Tangerang Akui Tidak Kirim SPDP, LQ Indonesia: Inilah Cermin Polri Saat Ini

ERA.id - Sidang Praperadilan kasus SPDP di Polres Tangerang kembali digelar di PN Tangerang oleh Hakim tunggal Emy Tjahjani Widiastoeti. Sidang dengan agenda jawaban dari Tim Bidkum Polda Banten yang dipimpin oleh Kombes Pol Achmad Yudi Suwarso, SH, MH dengan 7 anggota tim Bidkum lainnya, hari Senin kemarin.

Tim Bidkum memberikan jawaban dari permohonan Praperadilan dengan keberatan atas permohonan yang diajukan oleh LQ Indonesia Lawfirm yang menyatakan bahwa perubahan permohonan dalam posita dan petitum.

Bidkum Polda Banten dalam persidangan menjawab permohonan "bahwa dalam putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015 terkait batas waktu 7 hari SPDP harus diterima oleh Pemohon sama sekali tidak diatur sanksi bagi termohon dan tidak diatur akibat hukum terhadap belum diterimanya SPDP bila melewati 7 hari."

Menanggapi Jawaban Bidkum Polda Banten, Advokat Hamdani dari LQ Indonesia Lawfirm menilai dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP, jo Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 kewajiban penyidik untuk memberikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (selanjutnya disebut “SPDP”) dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor. Pasal 109 ayat (1) KUHAP berbunyi “Dalam hal penyidik telah memulai penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum” dimana dengan Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 “menyatakan Pasal 109 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa ‘Penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum’ tidak dimaknai penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan.”

"Jelas tertera isi Undang-undang di atas, masyarakat bisa melihat inilah cara berpikir oknum Polri. Jika tidak ada sanksi dan akibat hukuman, maka tidak masalah bagi Aparat Penegak Hukum melanggar hukum. Inilah akar dan penyebab banyaknya keluhan masyarakat dalam proses hukum dan kriminalisasi," kata Hamdani, Selasa (21/12/2021).

Advokat Alfan Sari, juga menyatakan kekecewaannya.

"Apakah boleh Kepolisian melakukan penegakkan hukum dengan Hukum Acara Pidana yang melanggar hukum? Lalu apa bedanya Polisi dengan terduga Kriminal yang diproses apabila Polisi dalam penegakan hukum dilakukan dengan cara melanggar hukum. Menerima SPDP ini adalah salah satu Hak Konstitusional Setiap Warga negara sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat 1 UUD 1945 untuk kepastian hukum yang adil. Kata "Adil" untuk memastikan dalam penegakan hukum, Aparat tidak melanggar HAM," ucapnya.