Fraksi PKS Tetap Tolak RUU TPKS, Alasannya Karena Kebebasan dan Penyimpangan Seksual Tak Dipidana
ERA.id - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) masih tetap menolak pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Sebab, di dalamnya tidak mengatur pidana bagi pelaku seks bebas dan penyimpangan seksual.
"Kenapa sih kami menganggap bahwa jangan sekarang dulu. Kami menganggap jika disahkan pada saat ini ada tiga hal yang berkaitan dengan pidana yang seharusnya jadi satu paket diselesaikan. Kekerasan, kebebasan, dan penyimpangan," kata Sekretaris Fraksi PKS DPR RI Ledia Hanifa dalam rilis survei SMRC, dikutip Selasa (11/1/2022).
Ledia mengatakan, jika hanya satu saja yang diatur yaitu mengenai kekerasan seksual, maka berpotensi menimbulkan pemahaman konsep sexual consent ala barat.
Dia kemudian menyinggung soal kekerasan seksual antara hubungan suami istri. Dalam RUU TPKS, hal ini berpotensi pidana. Sementara menurut pemahamam PKS, apabila seseorang melakukan hubungan suami istri tanpa adanya kekersan seksual maka tidak akan kena pidana.
"Di TPKS ini dalam perdebatannnya bahwa yang dipidana adalah pelaku kekerasan antara hubungan suami istri dan bukan suami istri. Artinya kan kalau yang tanpa kekerasan tidak akan kena pidana," kata Ledia.
PKS menilai, seharusnya RUU TPKS disahkan bersamaan dengan RKUHP yang di-carry over dari periode sebelumnya. Menurut Ledia, dalam RKUHP sudah mengatur tiga paket yang diinginkan oleh fraksinya yaitu kekerasan seksual, penyimpangan seksual, dan seks bebas.
Ledia mengaku, fraksinya memberi opsi antara mengesahkan RUU TPKS bersamaan dengan RKUHP atau memasukkan norma terkait penyimpangan seksual dan seks bebas ke dalam RUU TPKS.
"Jadi tiga hal itu sebenarnya sudah diatur dalam RUU KUHP yang bulan September 2019, kemudian ditarik oleh presiden untuk tidak dilanjutkan dibahas. Atau kalau mau, norma itu dimasukan ke dalam RUU TPKS," kata Ledia.
"Karena ketika RUU TPKS hanya membahas kekerasan seksual tetapi tidak menjerat kebebasan dan penympangan seksual, akan sama dengan kita melihat perkembangan sexual consent barat," imbuhnya.
Adapun dalam survei terbaru SMRC disebutkan bahwa 60 persen responden yang mengetahui tentang RUU TPKS setuju dengan adanya rancangan perundang-undangan tersebut. Sementara yang tidak setuju hanya 36 persen.
Kemudian sebesar 65 persen responden menyatakan setuju RUU TPKS segera disahkan seperti arahan dari Presiden Joko Widodo. Sedangkan yang tidak setuju hanya 21 persen.
Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad menilai dari hasil suvei tersebut seharusnya sudah cukup untuk pemerintah dan DPR RI melanjutkan pembahasan serta segera mengesahkan RUU TPKS.
"Jadi kalau kita lihat dari sini, sebetulnya DPR dan pemerintah memiliki legitimasi yang cukup kuat dari publik agar RUU TPKS ini segera disahkan," kata Saidiman.