Bung Karno dan Islam Berkemajuan

Jakarta, era.id - Toleransi merupakan tonggak penting dalam sebuah bangsa yang memiliki nilai keberagaman. Hal itu tercermin dalam gagasan Proklamator Indonesia Soekarno yang mengamalkan pandangan Islam progresif.

Dalam hal ini, istilah Islam progresif merupakan istilah baru dalam kajian Islam kontemporer yang memperjuangkan penegakan nilai-nilai humanis, demokrasi, keadilan, kesetaraan gender, pembelaan terhadap kaum tertindas, dan pluralisme. 

Baca Juga: Keislaman Bung Karno di Balik Pakaian Negarawan

Direktur Eksekutif Aliansi Indonesia Damai (AIDA) Hasibullah Satrawi menyebut, Islam progresif yang diamalkan Bung Karno merupakan konsep Islam yang melampaui zamannya.

"Pemikirannya Bung Karno adalah Islam progresif. Kalau dibikin kategori, Islam Bung Karno ini adalah dia bukan Islam tradisionalisme, bukan Islam modernisme, tapi Islam progresif. Di saat orang-orang masih ketat pada tradisinya, Bung karno adalah sosok Islam yang berkemajuan," ujar Hasibullah, dalam serial diskusi Bung Karno dan Islam yang digelar Megawati Institute di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018).

Baca Juga: Sahur Bersejarah Soekarno-Hatta Jelang Proklamasi

Keislaman yang diinginkan Bung Karno, kata Hasibullah, adalah Islam yang bukan hanya memperlihatkan kulitnya, melainkan esensinya. "Prinsipnya Bung Karno bukan dalam bentuk-bentuk perilaku-perilaku yang simbolik yang hanya sekadar pakaian barangkali hanya sekadar hal-hal yang tidak substantif. Bung Karno selalu menekankan tentang ruh Islam," ungkap dia.

Dalam acara yang sama, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Sri Ruhaini Dzuhayatin menambahkan, Bung Karno memiliki pandangan Islam yang maju berdasarkan pengalaman membaca buku-buku tentang Islam secara komprehensif.

"Ketika menetapkan dasar negara berupa Pancasila, saya kira Bung Karno membaca begitu banyak khazanah tentang politik, baik itu di Islam, di barat, timur seperti China dan Jepang. 

Baca Juga: Cerita Puan tentang Reformasi dan Pesan Bung Karno

Kata Sri, konsep demokrasi pada Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi hal yang unik. Biasanya, demokrasi bisa kuat karena warganya bersifat homogen.

"Tapi di Indonesia, Bung Karno bisa membentuk suatu negara kesatuan yang heterogen dengan demokrasi yang bisa kita pertahankan sampai saat ini, demokrasi yang plural dan kultural berbagai suku itu bisa disatukan," tuturnya.

Tag: