Tunda Pemilu 2024 Harus Lewat Amandemen UUD 1945, Wakil Ketua MPR: Bisa Abuse of Power
ERA.id - Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan, penundaan Pemilu 2024 bisa saja terjadi dengan melakukan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, secara moral konstitusi tidak pas dilakukan tanpa MPR RI bertanya lebih dulu kepada masyarakat, jika tidak maka akan menimbulkan kesan abuse of power.
Hal ini merespons mencuatnya wacana penundaan Pemilu 2024 hingga perpanjangan masa jabatan presiden yang dilontarkan oleh sejumlah ketua umum partai politik.
"Meskipun penundaan Pemilu memang bisa dilakukan dengan amandemen UUD oleh MPR, namun menurut saya secara moral konstitusi tidak pas untuk melakukan amandemen UUD jika MPR tidak bertanya dulu kepada rakyat secara keseluruhan apakah rakyat setuju pemilu ditunda," kata Arsul melalui keterangan tertulis yang dikutip, Selasa (1/3/2022).
"Jika hanya mengandalkan kekusaan formal MPR untuk mengubah UUD 1945, maka meski syarat Pasal 37 UUD bisa dipenuhi, menurut hemat saya ini kesan abuse of power oleh MPR tidak akan bisa dihindari," imbuhnya.
Arsul menjelaskan, UUD 1945 menetapkan bahwa pemegang kedaulatan di Indonesia adalah rakyat. Oleh karena itu, menunda pemilu sama dengan menuda hak konstitusional rakyat untuk memilih pengemban mandat selama lima tahun mendatang.
Sebagai pemegang mandat, tak elok apabila MPR RI justru mereduksi hak pemilik kedaulatan. Tidak pantas jika memutuskan pemilu ditunda tanpa melibatkan masyarakat.
"Jadi, bagi saya maka tidak cukup hanya mengandalkan landasan formal Pasal 37 UUD 1945 tanpa diikuti dengan bertanya kepada rakyat apakah mereka setuju hak konstitusionalnya untuk memilih pemegang mandat lima tahunan baik di rumpun eksekutif maupun legislatif ditunda," kata Arsul.
Lebih lanjut, politisi PPP ini menegaskan bahwa hingga saat ini pimpinn MPR RI belum pernah secara formal membahas wacana penundaan Pemilu 2024. Meski begitu, pimpinan MPR RI terus mengikuti perkembangan wancana tersebut.
Untuk diketahui, wacana penundaan Pemilu 2024 kembali mencuat setelah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda maksimal dua tahun. Alasannya untuk pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.
Usulan dan alasan serupa juga pernah diutarakan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Balil Lahadalia.
Wacana tersebut kemudian mendapat dukungan dari Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Namun, sejumlah partai politik pendukung pemerintah seperti PDIP dan NasDem tegas menolak wacana tersebut.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, melalui keterangan tertulisnya, juga sempat mengutarakan bahwa ada tiga jalan untuk menunda Pemilu 2024. Pertama yaitu dengan melakukan amandemen UUD 1945. Kedua, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Dekrit Presiden sebagai sebuah tindakan revolusioner. Ketiga, menciptakan konvensi ketatanegaraan (constitutional convention) yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.