Harga BBM Naik, Pakar UGM: Dilematis tapi Sudah Tepat, Kalau Perlu Premium Dihapus
ERA.id - Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) harus dilakukan secara selektif. Harga BBM jenis Pertamax tak masalah jika dinaikkan, tapi harga Pertalite sebaiknya tetap dan Premium bahkan perlu dihapus.
Hal itu disampaikan Pakar kebijakan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi merespons kebijakan penaikan harga BBM.
Menurutnya, kebijakan ini tak lepas dari naiknya harga minyak dunia. "Sebagai negara net importer, Indonesia sangat dirugikan dengan kenaikan harga minyak dunia hingga mencapai US$ 105 per barrel," kata Fahmy, Sabtu (5/3).
Ia menjabarkan, kenaikan harga minyak di atas US$ 100 per barrel tentunya sangat memberatkan APBN. "Semakin tinggi kenaikan harga minyak, beban APBN makin berat," katanya.
Fahmy menjelaskan, beban APBN itu digunakan untuk memberikan kompensasi saat Pertamina menjual BBM di bawah harga keekonomian. "Kalau tidak ada kenaikan harga BBM di dalam negeri beban APBN semakin berat," ucapnya.
Ia menyebut pemerintah menghadapi situasi dilematis untuk menaikkan harga BBM. "Kenaikan harga BBM berpotensi menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat," katanya.
Untuk itu, saat harga minyak dunia di atas US$100 per barrel, ia menyebut pemerintah perlu menaikkan harga BBM secara selektif.
"Naikkan harga Pertamax dan hapus Premium. Namun jangan naikkan harga Pertalite," katanya.
Sebelumnya Pertamina telah mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM non-subsidi, seperti Pertamax Turbo, Pertamax Dex, dan Dexlite.
"Penaikan harga BBM selektif merupakan keputusan yang tepat dan cermat untuk mengurangi beban APBN, tanpa memicu inflasi dan memperburuk daya beli rakyat," kata Fahmy.
Ia yakin, penaikan harga Pertamax tidak akan berpengaruh terhadap inflasi dan tidak menurunkan daya beli masyarakat.
"Proporsi konsumen kecil dan Pertamax tidak digunakan untuk tranportasi, sehingga tidak secara langsung menaikkan biaya distribusi yang memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang memicu inflasi dan memperpuruk daya beli rakyat," paparnya.