Sejarah 4 April 1968: Pejuang HAM Martin Luther King Jr Tewas Ditembak

ERA.id - Pada 4 April 1968, pukul 6 sore, Martin Luther King Jr. ditembak ketika berdiri di balkon kamar lantai dua Motel Lorraine di Memphis, Tennessee, Amerika Serikat. Kehadirannya di Memphis tidak untuk bervakansi, melainkan dalam rangka mendukung aksi pemogokan pekerja sanitasi.

Peluru menembus rahangnya dan memutuskan sumsum tulang belakangnya. Karena peluru itu, King tak sempat makam malam. 

Martin Luther King Jr. ialah seorang pendeta dan aktivis hak-hak sipil di Amerika Serikat. Lebih khusus, ia memperjuangkan hak-hak warga kulit hitam. 

Ketimpangan antara kulit putih dan hitam begitu jauh. Di Amerika, warga kulit hitam menjadi warga kedua setelah kulit putih. Ini yang menjadi landasan ideologis King untuk berjuang bersama-sama membela hak yang sama sebagai warga sipil. 

King kerap berpidato di mana-mana. Ia menyampaikan gagasannya dalam mengakhiri segregasi hukum warga Afrika-Amerika. 

Martin Luther King Jr. (Foto: Commons Wikimedia)

Karena memperjuangankan nilai-nilai kemanusiaan, King mendapatkan Nobel Perdamaian 1964. Selain itu, aktivis sipil akan selalu mengenangkan namanya dan semangatnya dalam memperjuangkan ketidakadilan. 

Ucapan King yang paling terkenal ialah "I Have a Dream". Ia sampaikan pidatonya itu ketika aksi unjuk rasa di Lincoln Memorial, Washington, pada 28 Agustus 1963. Kurang lebih 200.000 orang yang menyaksikan pidato King tersebut. 

Siapa Martin Luther King Jr.?

King lahir pada 15 Januari 1929 di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat. Sosok yang memiliki nama lahir Michael Luther King Jr. ini merupakan putra dari pasangan pendeta Martin Luther King Sr. dan Alberta Williams King. Dua pasangan itu adalah keturunan Afrika-Amerika.

Lahir di tengah keluarga pendeta membuat King Jr. tumbuh menjadi anak religius. Namun, ia punya banyak pengalaman buruk karena perbuatan rasisme yang ia dapatkan.

Martin Luther King Jr. (Getty Images)

Kematian King

Beberapa bulan sebelum kematiannya, King sangat prihatin dengan kondisi ekonomi dan ketimpangan yang semakin buruk di Amerika. Ia mengorganisasi Kampanye Orang Miskin dan pawai di Washington. 

Mendengar pekerja sanitasi Afrika-Amerika diperlakukan dengan buruk di Memphis, ia tidak tinggal diam. Ia segera mendatangi kota itu pada Maret 1968. Sayangnya, ajal mulai dekat di hadapannya. 

Pada 28 Maret, demonstran yang dipimpin King berakhir dengan kekerasan dan memakan korban seorang remaja Afrika-Amerika. Pada 3 April, King memberikan pidato terakhirnya. 

Banyak orang berduka ketika mendengar berita pembunuhan King. Pasca pemberitaan itu, kota-kota mengalami kerusuhan di seluruh Amerika Serikat. 

Ketika King dimakamkan, pada 9 April, di Atlanta, Georgia, puluhan ribu orang berbaris di jalan untuk memberi penghormatan terakhir kepada sang pejuang hak warga sipil kulit hitam. Peti mati King lewat di jalan dengan gerobak kayu ditarik oleh dua bagal. 

Ketika malam pembunuhan King, ditemukan senapan Remington 30-06 di trotoar samping sebuah rumah kos, satu blok dari Lorraine Motel. Beberapa minggu kemudian, polisi menetapkan tersangka pembunuhan King berdasarkan hasil pemeriksaan sidik jari pada senjata. 

Tersangkanya adalah James Earl Ray. Ia merupakan seorang residivis yang melarikan diri dari penjara Missouri pada April 1967. Ketika itu, Ray sedang menjalani hukuman karena perampokan. 

Ketika ditangkap, Ray membantah melakukan penembakan itu. Menurutnya, ada seorang pria misterius bernama Raoul yang merekrutnya masuk ke perusahaan penyeludupan senjata. 

Sekitar tahun 1990-an, istri dan anak-anak King berbicara di depan publik untuk mendukung Ray. Menurut famili King, Ray tidak bersalah dan ini semua atas perbuatan pemerintah dan militer AS. 

Dugaan istri dan anak dari King itu beralasan. Sebab, selama enam tahun terakhir hidupnya, King mengalami penyadapan oleh FBI. Kemudian sebelum kematiannya, King juga diawasi oleh intelijen militer AS. 

Sayangnya, ucapan dari keluarga King tidak diindahkan. Bertahun-tahun, House Select Committee on Assassinations, Shelby County, Tennessee, dan kantor jaksa wilayah, dan tiga kali oleh Departemen Kehakiman AS melakukan pemeriksaan ulang. Semuanya berakhir dengan keputusan seperti yang sebelum-belumnya bahwa James Earl Ray membunuh Martin Luther King.