Dari Polemik Johnny Depp dan Amber Heard Kita Belajar: Percaya Korban dan Cancel Culture Itu Berbeda
ERA.id - Perseteruan Johnny Depp dengan mantan istrinya, Amber Heard kembali menjadi perbicangan warganet luar maupun dalam negeri setelah akun Twitter @johnnyhellodepp mengunggah video persidangan mereka berdua pada Jumat, 22 April 2022.
Persidangan Depp dan Heard dilakukan di Kota Fairfax, Virginia, Amerika Serikat pada 20 April 2022. Depp mempunyai bukti bahwa ia tidak melakukan kekerasan terhadap istrinya, malahan sebaliknya.
Rekaman percakapan antara Depp dan Heard diputar di ruang sidang. "Saya tidak meninju kamu. Saya minta maaf kalau saya tidak menamparmu dengan tamparan yang tepat di muka. Saya memukul kamu, saya tidak meninju kamu. Kamu tidak ditinju," kata Heard dalam rekaman itu dengan nada yang meninggi.
Kemudian, Heard dengan nada meremehkan, berucap kepada Depp, "Kamu seperti bayi, bersikap dewasalah kau Johnny."
Perseteruan mantan suami istri tersebut bermula saat Amber Heard menulis sebuah opini berjudul "I spoke up against sexual violence—and faced our culture’s wrath. That has to change." di The Washington Post, 18 Desember 2018.
Heard menceritakan masa mudanya yang sudah mendapat pelecehan. Ia menyadari bahwa laki-laki punya kekuatan, dari segi fisik, sosial dan finansial, dan banyak institusi yang mendukung itu.
Paragraf ketiga dalam opininya, Heard menulis bahwa ia sempat mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Walaupun tidak menyebut nama Johnny Depp, warganet sudah terasosiakan kepada sosok yang memerankan Jack Sparrow dalam film trilogi Pirates of the Caribbean itu.
Pada Maret 2019, Depp mengajukan gugatan pencemaran nama baik senilai 50 juta dolar Amerika kepada Heard atas artikel itu. Namun, pada Agustus 2020, Heard mengunggat balik Depp sebesar 100 juta dolar. Pengakuan Heard, mantan suaminya itu menyebarkan bot di media sosial untuk melawannya sebagai upaya untuk merusak kariernya.
Kemudian, pengacara Depp, Adam Waldman, menyebut pernyataan Heard palsu dan menyebarkan hoaks tentang kekerasan seksual, lalu Heard menambahkan klaim balik pencemaran nama baik.
Klaim Heard telah diserang lewat media sosial secara substansial dinyatakan benar dalam putusan sidang pada November 2020. Depp tidak menerimanya, kemudian mengajukan banding pada Desember 2020. Pengajuan banding itu ditolak, Maret 2021, oleh dua hakim di Pengadilan Banding Inggris.
Polemik ini memantik banyak warganet untuk berpihak kepada Amber Heard dan tidak sedikit yang melakukan cancel culture kepada Johnny Depp.
Setelah keputusan pada November 2020, Warner Bros memutuskan hubungan dengan Depp dan mengeluarkannya dari Fantastic Beasts.
Setahun kemudian, Agustus 2021, Depp mengatakan bahwa ia diboikot oleh Hollywood dan cancel culture selanjutnya tak terkendali lagi.
Heard meminta gugatan pencemaran nama baik dari Depp terhadapnya di Virginia, Amerika Serikat dibatalkan setelah keputusan dari Pengadilan Tinggi Inggris, tetapi pengadilan Virginia memutuskan kedua kasus dan pernyataan itu secara inheren berbeda.
Dalam persidangan di Kota Fairfax, Virginia, inilah bukti yang dihadirkan oleh Depp membuka banyak mata publik bahwa Amber Heard yang melakukan kekerasan.
Di dalam negeri, sudah banyak yang mengalami cancel culture, dan paling santer adalah yang dirasakan Gofar Hilman. Banyak orang yang sadar dan memutuskan untuk tidak ikuti media sosial atau yang berkaitan dengan Gofar. Hal itu sebab pada 8 Juni 2021, seorang perempuan, @quweenjojo, yang mengaku secara terbuka di Twitter bahwa ia dilecehkan oleh Gofar Hilman.
Akan tetapi, pada 11 Februari 2022, @quweenjojo mengklarifikasi bahwa ia telah membuat pengakuan palsu. Kemudian yang mendukung korban selama ini dan sudah meng-cancel culture Gofar Hilman terbelah dua. Ada yang tetap mendukung korban dan memboikot Gofar, dan ada yang memaafkan Gofar. Namun, kasus Gofar tidak saja karena pengakuan @quweenjojo, tetapi sebelumnya Gofar membuat pengakuan yang melecehkan perempuan, yakni sudah meniduri 100 perempuan.
Cancel Culture dan Percaya Korban
Sebenarnya apa cancel culture? Menurut Alisa Wahid dalam esainya, "You\'re Cancelled!" di Kompas, 21 Maret 2021, bahwa cancel culture merupakan sebuah tradisi baru untuk menarik dukungan dari seseorang atau sebuah entitas karena pandangan atau pilihan yang dinilai melanggar nilai moral tertentu. Dampaknya, yang bersangkutan dapat kehilangan pekerjaan, kontrak, atau sumber daya lainnya.
Menurut Elsa Emiria Leba, dalam tulisannya "Dualitas 'Cancel Culture' yang Dilematis", Kompas, 5 Agustus 2020, bahwa cancel culture berarti aksi pemboikotan oleh warganet kepada seseorang, sekelompok orang, atau institusi yang melakukan hal ofensif. Pemboikotan bisa dalam bentuk kecaman, pembahasan kesalahan masa lalu, doxing, atau penghentian dukungan secara massal kepada orang tersebut. Kegiatan pemboikotan berlangsung sistematis, seperti lewat petisi daring, surat terbuka, dan tagar.
Kalau dicek di Kamus Webster bahwa cancel culture ialah praktik dalam pembatalan massal sebagai cara mengungkapkan ketidaksetujuan dan memberikan tekanan sosial.
Nabiyla Risfa Izzati, Dosen Hukum Universita Gajah Mada, mengatakan cancel culture dan percaya korban adalah hal yang berbeda. "Jangan pula menyamakan 'percaya korban' dengan 'cancel culture' yang sekarang banyak terjadi di sosial media. Ini dua hal yang tidak harus berjalan beriringan. Kita sangat bisa tetap percaya korban, tanpa melakukan bullying ke pelaku. Fokusnya ada di: kebutuhan korban," tulisnya dalam akun Twitternya @nabiylarisfa ketika menanggapi kasus antara Johnny Depp dan Amber Heard, pada 22 April 2022.