Menteri PUPR Minta Hindari Tebang Pohon Jika Tidak Perlu Dalam Pembangunan, IKN Pengecualian?
ERA.id - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meminta jajarannya untuk tetap merawat lingkungan dalam setiap proyek pembangunan infrastruktur, seperti tidak menebang pohon jika memang tidak diperlukan.
Hal itu disampaikan Basuki saat meninjau pembangunan Bendungan Meninting di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) dikutip dari Antara, Selasa (28/6/2022).
"Pembangunan Bendungan Meninting jangan sampai merusak lingkungan di sekitarnya. Hindari menebang pohon jika tidak perlu ditebang agar bukit-bukitnya tidak rusak. Untuk itu metode konstruksi harus disusun secara cermat dan hati-hati," kata dia melalui keterangan tertulis.
Ia meminta pembangunan Bendungan Meninting dengan biaya Rp1,4 triliun itu dilakukan secara tertib dan tepat dengan tetap menjaga kondisi lingkungan sekitar.
Selain itu, Menteri Basuki juga berpesan agar pengawasan pekerjaan konstruksi lebih ditingkatkan agar Bendungan Meninting dapat diselesaikan dengan kualitas yang terbaik.
"Peran konsultan pengawas sangat penting karena bertindak sebagai wakil owner dan menentukan kualitas pekerjaan," ujarnya.
Bendungan Meninting merupakan bendungan yang termasuk dalam pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan air, khususnya di Kawasan Timur Indonesia.
Pembangunan bendungan ini dikerjakan sejak tahun 2019 dengan biaya sebesar Rp1,41 triliun. Bertindak sebagai kontraktor utama PT. Hutama Karya dan PT. Nindya Karya, serta konsultan pengawas PT. Indra Karya. Progres keseluruhan pembangunan Bendungan Meninting saat ini sebesar 30,49% dengan target rampung tahun 2023.
Kehadiran Bendungan Meninting yang berkapasitas tampung 12 juta meter kubik ini berpotensi memberikan manfaat mengairi daerah irigasi seluas 1.559,3 hektar, memenuhi kebutuhan air baku untuk Kabupaten Lombok Barat bagian Utara sebesar 0,15 meter kubik per detik khususnya di wilayah Senggigi, menyediakan energi listrik sebesar 0,8 MW, reduksi banjir sebesar 36 meter kubik per detik, dan sebagai destinasi wisata baru yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Turut hadir dalam kunjungan kerja Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Jarot Widyoko, Direktur Jenderal Bina Marga Hedy Rahadian, Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Endra S. Atmawidjaja, Direktur Bendungan dan Danau Ditjen SDA Airlangga Mardjono, Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) NTB Hendra Ahyadi, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) NTB Indra Cahya Kusuma, Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) NTB Ika Sri Rejeki, dan Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) NTB Rini Dyah Mawardy.
Untuk diketahui, data dari KLHK dikutip dari Antara, komposisi kawasan hutan dan lahan di K-IKN dan Kawasan Perluasan Ibu Kota Negara (KPIKN) terdiri dari satu persen hutan produksi terbatas (HPT), 16 persen HPK, 17 persen HP, 25 persen hutan konservasi (HK) dan 41 persen APL. Dengan demikian kawasan berstatus hutan memang lebih luas di sana, mencapai 59 persen.
Dengan kondisi itu banyak pihak baik di dalam maupun luar negeri yang justru mengkhawatirkan proses pembangunan IKN akan menyusutkan kawasan hutan di Kalimantan. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Gerindra Endro Hermono pun meminta KLHK mengawal dan melaksanakan betul rekomendasi yang tertuang dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), termasuk mengantisipasi dampak pembangunan dan penambahan populasi penduduk terhadap hutan yang tersisa.
Ia juga meminta KLHK melakukan kajian untuk mengidentifikasi masalah lingkungan hidup dan kehutanan di kawasan penyangga sebagai antisipasi terbentuknya IKN.
Sementara anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Daniel Johan meminta KLHK melakukan kajian bencana dan mitigasi, mengingat lanskap IKN Nusantara berupa lembah-lembah berhutan dengan satwa dan tumbuhan endemik yang mendiaminya. Jangan sampai pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta yang ingin menghindari banjir justru berhadapan dengan bencana lain dengan adanya pembangunan di sana.
Ia meminta kajian lingkungan dan kehutanan yang transparan. Jika ternyata berbahaya, jangan sampai terjebak keinginan pemindahan ibu kota negara dan akhirnya tidak memperhatikan analisis dampak lingkungannya.
Berdasarkan data tutupan lahan dari KLHK, ternyata hanya 42,31 persen atau 108.362,91 ha area IKN Nusantara yang berupa hutan, hutan bakau (mangrove) dan hutan rawa (gambut), berdasarkan data KLHK. Selebihnya berupa perkebunan 29,18 persen, semak belukar 11,65 persen, tanaman campuran 7,36 persen, perairan 3,13 persen, tanah kosong atau gundul 2,09 persen, tegalan atau ladang 1,61 persen, transportasi dan utilisasi lainnya 0,94 persen, pertambangan 0,88 persen, bangunan atau fasilitas umum 0,37 persen, sawah 0,34 persen, padang rumput 0,07 persen, pasir atau bukit pasir laut 0,03 persen, pasir atau bukit pasir darat 0,02 persen, serta permukaan atau lapangan diperkeras 0,01 persen.