Sebelum Salat Dhuha, SMA 1 Dramaga Bogor Arahkan Siswi Periksa Rok Temannya, Berujung Kontroversi

| 23 Sep 2022 16:08
Sebelum Salat Dhuha, SMA 1 Dramaga Bogor Arahkan Siswi Periksa Rok Temannya, Berujung Kontroversi
Ilustrasi santri (Antara)

ERA.id - SMA Negeri 1 Dramaga, Kabupaten Bogor, merespons kasus pemeriksaan rok siswi yang tak bisa ikut program salat Dhuha dengan alasan berhalangan atau haid di sekolah.

"Isu itu keliru. Kepala sekolah juga sudah menyampaikan bahwa kejadian itu tidak ada, apa lagi untuk melecehkan, sangat tidak benar,” kata Humas SMA Negeri 1 Dramaga, Baitul Harahap, Jumat (23/9/2022).

Menurutnya, saat kejadian tersebut, pihaknya hanya menanyakan kepada siswi, apakah benar sedang mengalami haid atau menstruasi.

“Jadi waktu itu siswi hanya ditanya benar sedang haid, jika benar langsung masuk kelas saja dan kita juga sudah menjelaskan kejadian ini ke pihak kepolisian setempat,” ucapnya.

“KPAD juga sudah berkunjung ke sini untuk memeriksa dan kita juga sudah menyampaikan kejadian ini sebenar-benarnya,” terangnya.

Hal senada juga diakui Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bogor, Asep Saepudin. Pada saat pihaknya mengkonfirmasi hal itu, jawaban SMA Negeri 1 Dramaga berbeda dengan apa yang beredar.

Dia menambahkan, saat mengikuti salat Dhuha, itu artinya pihaknya melihat dan mencirikan ada beberapa siswi SMAN 1 Dramaga yang tidak ikut.

“Rasa khwatir itu muncul akan kejujuran anak, memicu pihak sekolah untuk mengumpulkan siswi yang mengatakan sedang berhalangan, dan itu hanya guru perempuan yang terlibat, tidak ada guru laki-lakinya dan proses yang dilakukan pun diawali dengan memisahkan siswi, lalu bagi siswi non muslim diminta langsung masuk ke kelas,” jelas Asep.

Namun, Asep membenarkan jika ada perintah sekolah atau guru yang meminta para siswi saling memeriksa rok temannya.

Tapi, Asep menegaskan jika itu dilakukan dengan hanya meraba bagian belakang para siswi tersebut, untuk memastikan apakah ada yang mengganjal berupa pembalut atau tidak.

“Saat dirasakan ada pembalut langsung diminta masuk ke kelas dan itu tidak semua siswi, baru beberapa saja, karena keburu bel masuk berbunyi. Jadi berita yang beredar justru bersumber dari siswa yang bahkan tidak termasuk siswi yang dikumpulkan. Jadi hanya berdasarkan cerita selintas yang dia dengar saja,” terangnya.

Lanjut ia mengungapkan bahwa pihak sekolah juga sudah meminta maaf atas ketidaknyamanan ini kepada para siswi dan juga mengklarifikasi kejadian sebenarnya kepada orangtua siswi yang datang menanyakan.

“Lebih jauh pihak sekolah juga mengungkapkan bahwa mereka sudah melakukan upaya konseling terhadap beberapa siswi yang dikhawatirkan merasa syok dengan kejadian ini,” tegasnya.

Hal lain diungkap Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait. Katanya kebijakan sekolah tidak bisa dibenarkan.

“Ini jelas sudah masuk pelanggaran anak, hak mereka dan tidak boleh ada tindakan seperti itu, apa urgensinya? Harus diperiksa haid apa tidak, itu sangat berlebihan,” kata Sirait.

“Pemeriksaan rok sudah termasuk kekerasan juga karena yang memegang atau periksa kewenanganya harus direkomendasi polisi, didampingi orang tua, dan di puskesmas juga sama ada pendampingan.”

Rekomendasi