ERA.id - KPK menduga tersangka Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak, telah menerima uang sekitar Rp5 miliar dari pengurusan alokasi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas).
"Diduga dari pengurusan alokasi dana hibah untuk pokmas, tersangka menerima uang sekitar Rp5 miliar," ucap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan konstruksi perkara saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/12) malam kemarin.
KPK telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan dalam pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur (Jatim). Sebagai penerima ialah Sahat dan Rusdi (RS) selaku staf ahli Sahat.
Sementara tersangka pemberi masing-masing Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus selaku koordinator kelompok masyarakat (pokmas) Abdul Hamid (AH) dan koordinator lapangan pokmas Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng.
Johanis menjelaskan untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jatim.
Distribusi penyalurannya, kata dia, di antaranya melalui pokmas untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.
"Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang satu di antaranya tersangka Sahat," ucap Johanis.
Selanjutnya, tersangka Sahat yang menjabat anggota DPRD sekaligus Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-024 menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon).
Adapun yang bersedia untuk menerima tawaran tersebut, yaitu tersangka AH. "Diduga ada kesepakatan antara tersangka Sahat dengan tersangka AH setelah adanya pembayaran komitmen 'fee' ijon, maka tersangka Sahat juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen," kata Johanis.
Sementara, besaran nilai dana hibah yang diterima pokmas di mana penyalurannya difasilitasi oleh tersangka Sahat dan juga dikoordinir oleh tersangka AH selaku koordinator pokmas yaitu, pada 2021 telah disalurkan sebesar Rp40 miliar dan pada 2022 telah disalurkan sebesar Rp40 miliar.
"Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan tahun 2024 bisa kembali diperoleh pokmas, tersangka AH kemudian kembali menghubungi tersangka Sahat dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai 'ijon' sebesar Rp2 miliar," tuturnya.
Terkait realisasi uang ijon tersebut, kata Johanis, dilakukan pada Rabu (14/12) di mana tersangka AH menarik tunai sebesar Rp1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu bank di Kabupaten Sampang, Jatim. Kemudian uang tersebut diserahkan kepada tersangka IW untuk dibawa ke Surabaya.
"Selanjutnya, tersangka IW menyerahkan uang Rp1 miliar tersebut kepada tersangka RS sebagai orang kepercayaan tersangka Sahat di salah satu mall di Surabaya," ucapnya.
Kemudian, tersangka Sahat memerintahkan tersangka RS untuk segera menukarkan uang Rp1 miliar tersebut di salah satu "money changer" dalam bentuk pecahan mata uang dolar Singapura dan dolar AS.
"Tersangka RS kemudian menyerahkan uang tersebut kepada tersangka STPS di salah satu ruangan yang ada di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sisa Rp1 miliar yang dijanjikan tersangka AH akan diberikan pada Jumat (16/12)," ungkap Johanis.
Tim penyidik KPK, kata dia, masih akan terus menelusuri dan mengembangkan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima oleh tersangka Sahat.