ERA.id - Program Petani Milenial yang diluncurkan Pemprov Jawa Barat atas inisiasi Gubernur Ridwan Kamil perlahan mulai menimbulkan polemik.
Terbaru, peserta program Petani Milenal, Rizky Anggara (21) mengungkapkan, kekecewaannya terhadap program yang memiliki moto 'Kerja di Desa, Rezeki Kota, Bisnis Mendunia' itu.
Pemuda asal Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) ini merupakan angkatan pertama dari program Petani Milenial. Saat ini, program itu sudah memasuki gelombang sepuluh.
Di umur yang masih muda, Rizky harus menelan pil pahit akibat program Petani itu. Sebab, ia rela cuti kuliah hanya untuk mengikuti program Petani Milenal.
"Selama program (Petani Milenal) kemarin cuti (kuliah). Sekarang karena tidak ada hasil, orang tua minta untuk lanjut kuliah," kata Rizky, Kamis (2/2/2023).
Rizky mengungkapkan, kekecewaannya itu diungkapkan karena Pemprov Jawa Barat terkesan lepas tanggung jawab ketika mengalami persoalan hingga terlilit utang.
Rizki bersama 19 peserta lainnya merupakan peserta program Petani Milenal Tanaman Hias Bacth 1 untuk kategori tananaman hias.
"Saya peserta Petani Milenial Tanaman Hias batch 1 komoditas tanaman hias yang berlokasi di Lembang bersama 19 orang lainnya. Waktu itu, serah terima simbolis tanaman hias secara virtual dengan Ridwan Kamil," ungkapnya.
Saat itu, Rizky mengaku telah menduga adanya kejanggalan ketika melakukan penandatanganan kerjasama (PKS). PKS itu diteken oleh Rizky dengan PT. Agro Jabar sebagai Avalist dan CV. Minaqu Indonesia selaku Offtaker di saat peluncuran Petani Milenal di Lembang pada 28 Juli 2021 yang lalu.
"Pas launching ada sejumlah agenda termasuk penandatanganan PKS antara peserta dengan PT. Agro Jabar. Kami diminta menandatangani perjanjian itu padahal belum tau isinya seperti apa. Alhasil penandatanganan dilakukan secara simbolis dan ditunda sampai acara selesai. Setelah acara selesai baru kami membedah isi dari PKS," ucap pria 21 tahun itu.
Tak berhenti di situ, persoalan lain muncul karena adanya keterlambatan pengiriman indukan tanaman yang akan dibudidayakan. Apalagi, indukan yang diterimanya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Akibatnya masa panen tanaman hias yang dibudidayakan pun terlambat dan hasilnya pun kurang memuaskan karena kualitas indukan tidak bagus.
"Kami seharusnya dapat 300 tapi dikirim dulu separuh, dan sisanya dikirim pada November 2021. Udah ngirim telat, indukan tanaman hiasnya juga jelek, ampas," sambungnya.
Masalah lain kembali muncul karena tanaman hias yang dibudidayakan terserang hama jamur. Akan tetapi, Rizky bersama 19 rekannya berhasil panen pada Desember 2022 setelah melalui berbagai proses.
"Panen pertama 9 Desember 2021, setelah 5 bulan budidaya. Tapi cuma 1046 tanaman yang dipanen. Karena banyak tanaman yang dalam masa pemulihan," kata dia.
Lebih lanjut, Rizky menjelaskan, meski hasil pertama tidak maksimal, ia masih berupaya di panen kedua. Tapi pada kenyataanya, Rizky malah dibuat kecewa karena hasil panen kedua tidak dibayarkan padahal mengalami peningkatan hasil panen.
"Panen kedua itu meningkat, 5.540 tanaman, per tanaman itu Rp 50 ribu, kalikan saja. Tapi kami tidak dapat uangnya," jelasnya.
Setelah panen, Rizky menyebut ada rapat evaluasi yang dilangsungkan pada 18 Maret 2022. Namun, jalannya rapat tidak menghasilkan apa-apa alias nihil. Setelah rapat ada salah seorang rekannya dengan tegas ingin mengundurkan diri karena merasa kesal.
"Hasilnya apa? Nihil kita tidak mendapatkan apapun karena uangnya pun masih ghaib. Setelah rapat, ada salah satu teman kami yang ingin mengundurkan diri saking jengkelnya," tegasnya.
Bak sudah jatuh tertimpa tangga, kekecewaan Rizky memuncak pada 21 Juli 2022 silam. Ketika itu, CV. Minaqu Indonesia selaku offtaker tidak melanjutkan kontrak kerja sama yang akan berakhir di tanggal 28 Juli 2022.
Padahal, masih banyak tanaman hias sekitar 6 ribu yang sudah dibudidayakan belum terjual.
"Juli 2022 itu panen keempat, tanggal 21 Juli evaluasi program sekaligus membicarakan kontrak yang akan habis. Di sini benar-benar puncak komedi. Offtaker memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak," terangnya.
"Kami minta perpanjangan kontrak dengan dasar waktu 4 bulan hilang selama 4 bulan karena lambatnya pengiriman indukan dan jeleknya kualitas. Tanaman kami pun masih sangat banyak di greenhouse," kata Rizki menambahkan.
Rizky memapaparkan, saat mengikuti program Petani Milenial, ia bersama 19 peserta lainnya menggunakan skema pinjaman dari bank BJB. Peserta mendapatkan uang senilai Rp50 juta, sementara pengembaliannya diatur oleh PT. Agro Jabar selaku Avalist.
Kemudikan, produk tanaman hias yang dihasilkan akan ditampung oleh CV. Minaqu Indonesia selaku offtaker. Akan tetapi, sistem itu tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dan malah berpolemik.
"Total yang tidak dibayarkan offtaker itu 1,3 Milliar. Kami juga dikagetkan dengan adanya surat peringatan ke dua dari bank terkait utang yang diterima oleh salah satu peserta rekan," bebernya.
Namun, imbuh Rizky, salah seorang di CV Minaqu Indonesia telah menyatakan akan melunasi utang ke bank terkait. Namun pada kenyataannya, utang itu tak kunjung dibayarkan.
"PIC CV Minaqu Indonesia berjanji untuk melunasi utang di 31 Januari 2023, tapi sampai kini belum ada pembayaran," imbuhnya.
Akibat kelalaian itu, nama Rizky kotor di perbankan kotor karena offtaker tidak membayarkan hasil panen.