ERA.id - Pengadilan Negeri Jember menggelar sidang perdana gugatan praperadilan pengasuh pondok pesantren bernama Kiai Fahim, terkait kasus kekerasan seksual dan pencabulan santriwati di Kabupaten Jember, Jawa Timur pada Jumat (3/2/2023).
Dalam persidangan tersebut, kuasa hukum Kiai Fahim tak terima lantaran kepolisian mendobrak dan menggeledah rumah kliennya tanpa surat perintah.
"Penyidik dari Polres Jember melakukan penggeledahan dan mendobrak rumah klien kami tanpa disertai surat perintah penggeledahan sehingga hal itu tidak sesuai dengan KUHAP," kata kuasa hukum FM, Edi Firman, saat persidangan dikutip dari Antara.
Selain itu, sejumlah barang bukti yang disita penyidik seolah-olah diberikan oleh pemohon, padahal penyitaan tersebut dilakukan dengan upaya paksa dan tidak disetujui oleh pemohon.
"Mulai proses penyidikan, penyitaan barang bukti hingga penetapan tersangka dan penahanan pemohon dinilai tidak sesuai dengan KUHAP, sehingga dianggap tidak sah," tuturnya.
Dalam penetapan tersangka, lanjut dia, minimal penyidik harus memiliki dua alat bukti yang cukup dan pihaknya menilai ada kejanggalan dalam kasus yang menjerat kliennya.
Sementara kuasa hukum Polres Jember Dewatoro mengatakan pihaknya menolak semua tuntutan yang disampaikan oleh pemohon karena aparat penegak hukum sudah melakukan penyidikan sesuai dengan prosedur.
"Kami menolak semua permohonan yang disampaikan oleh pemohon. Penyidik memiliki empat bukti yang digunakan dasar untuk menetapkan Kiai FM sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual dan pencabulan terhadap santriwati," katanya.
Dalam surat permohonan pemohon yang diterima kuasa hukum Polres Jember terdapat kata Polres Bondowoso sehingga hal tersebut sempat ditanyakan dalam persidangan.
"Tanggapan pemohon sangat membingungkan karena dalam surat permohonan yang kami terima dari PN Jember menyebutkan kata Polres Bondowoso, sehingga tidak ada kaitannya dengan Polres Jember," ujarnya.
Polres Jember menetapkan pengasuh pondok pesantren di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Kiai FM sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual dan pencabulan yang dilakukan kepada santri-santri nya dengan jumlah korban empat santri.
Tersangka dijerat pasal berlapis yakni pasal 82 Ayat (1) dan (2) juncto Pasal 76 huruf E UU RI Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan atau Pasal 6 huruf C juncto Pasal 15 huruf B, huruf C, huruf D, huruf g, huruf i UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau Pasal 294 Ayat (2) KUHP.