ERA.id - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam tindakan sewenang-wenang Yayasan dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat memecat guru yang diduga melanggar kode etik guru, bernama Muhammad Sabil Fadhilah mantan guru SMK Telkom Sekar Kemuning Kota Cirebon.
Sabil diduga dipecat karena menggunakan kata 'maneh' kepada Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Kata 'maneh' atau kamu dalam bahasa Sunda dinilai kasar. P2G menilai kasus ini masuk ke ranah etika guru dan bersifat pelanggaran ringan.
"P2G mengecam pihak yayasan yang langsung memecat Pak Sabil, tanpa proses sidang kode etik guru terlebih dahulu. Patut diduga kuat adanya intervensi dari Dinas Pendidikan atau Kantor Cabang Dinas dalam proses pemecatan ini," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim melalui keterangannya pada Kamis (16/3/2023).
Satriwan mengungkapkan, tindakan langsung memecat guru bahkan menghapus nama guru tersebut dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Kemdikbudristek sangat merugikan, akan berdampak jangka panjang terhadap nasib guru.
Sebab, Sabil akan kehilangan statusnya sebagai guru, bahkan tidak bisa lagi untuk mengikuti proses seleksi guru seperti PPPK yang mensyaratkan terdaftar di Dapodik.
"Memecat dan menghapus nama guru dari Dapodik sangat berlebihan dan reaksioner," ungkapnya.
Meski begitu, P2G tetap meminta para guru selalu mematuhi UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta semua turunan hukumnya.
Satriwan meminta agar para guru selalu berpedoman pada Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) dalam bersikap atau berperilaku menjalankan profesi guru. Kemudian, senantiasa menjaga kehormatan profesi guru.
"Kami juga tidak membenarkan jika ada guru menggunakan kata atau diksi yang dinilai kasar dalam budaya yang berlaku di masyarakat lokal atau adat," terangnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri menambahkan, pihaknya sikap terbuka Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang menerima kritik guru tersebut bahkan kemudian meminta sekolah tidak memecatnya.
Namun, P2G berharap agar Gubernur Ridwan Kamil memastikan surat pemecatan guru tersebut dibatalkan. Akan tetapi, harus ada bukti hitam di atas putih.
"Jika Kang RK benar-benar berpihak pada guru apalagi honorer, beliau tidak perlu sampai menghubungi langsung pihak yayasan. Apalagi tindakan yayasan tak lepas dari perasaan ga enak kepada Kang RK," kata Iman menambahkan.
Iman menjelaskan, dugaan pelanggaran kode etik guru yang dilakukan Sabil seharusnya terlebih dulu dibuktikan dalam sidang kode etik guru dari organisasi profesi guru yang diikuti oleh yang bersangkutan. Hal demikian tertuang jelas dalam Pasal 42 sampai 44, UU Guru dan Dosen.
Dalam menjalankan tugas profesinya, guru dilindungi oleh UU Guru dan Dosen berikut turunannya, serta secara khusus dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru.
"Ada empat jenis perlindungan guru: Perlindungan Profesi, Hukum, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, serta Hak Atas Kekayaan Intelektual," jelasnya.
Yayasan atau sekolah apalagi Dinas Pendidikan tidak boleh begitu saja langsung memecat tanpa ada proses etik dalam sidang Dewan Kehormatan Guru berdasarkan pasal 44 ayat 3 UU Guru dan Dosen yang berbunyi "Dewan Kehormatan Guru dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru".
"Sebagai negara hukum, yayasan atau Dinas Pendidikan harus mengikuti tahapan proses sesuai aturan. Dikasih Surat Teguran misalnya merujuk KEGI, ga bisa ujug-ujug dipecat," begitu dikatakan Ketua P2G Jawa Barat, Sodikin.
Sodikin menerangkan, dalam menegakkan aturan etika guru, yayasan dan Dinas Pendidikan atau KCD wajib juga merujuk KEGI yang sudah disepakati bersama lintas organisasi profesi guru difasilitasi oleh Dirjend GTK Kemdikbudristek pada akhir 2022 lalu.
"Kami mendesak Kemdikbudristek dan organisasi profesi guru, segera menyosialisasikan KEGI kepada guru dan Pemda, agar guru paham dan taat asas serta siapa pun tak bisa lagi bertindak sewenang-wenang kepada guru," tutup Sodikin.