ERA.id - Hari ini, Senin (20/5/2024), KPK mengklarifikasi mantan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat, Rahmady Effendy Hutahaean (REH) soal kejanggalan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Yang bersangkutan telah hadir memenuhi undangan kami sekitar pukul 08.30 WIB," kata Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati, Senin.
Ipi menerangkan kehadiran Rahmady Effendy Hutahaean di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, adalah atas undangan dari lembaga antirasuah.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menerangkan pemanggilan terhadap yang bersangkutan adalah berdasarkan temuan terkait pemberian pinjaman yang jumlahnya melampaui harta kekayaan yang dilaporkan
"Makanya hartanya Rp6 miliar, tapi kok dilaporkan dia memberikan pinjaman sampai Rp7 miliar, kan enggak masuk di akal ya," ujarnya.
Selain itu Pahala juga mengatakan KPK juga akan mengklarifikasi yang bersangkutan soal kepemilikan saham oleh yang bersangkutan di sebuah perusahaan.
Pahala menerangkan Menteri Keuangan telah menerbitkan peraturan yang mengatur soal investasi pegawai Kementerian Keuangan dalam sebuah perusahaan. Dalam aturan tersebut diatur jenis perusahaan yang diperkenankan untuk berinvestasi dan jenis perusahaan yang tidak diperkenankan.
"Kita akan klarifikasi, karena istrinya ini yang Komisaris Utama. Jadi nama PT kan nggak disebut. ya nanti kita lihat di situ," ujarnya.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan membebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat, Rahmady Effendy Hutahaean (REH) atas dugaan benturan kepentingan yang turut melibatkan keluarga yang bersangkutan.
“Atas dasar hasil pemeriksaan internal tersebut, yang bersangkutan sudah dibebastugaskan,” kata Direktur Humas Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto di Jakarta, Senin (13/5).
Rahmady dibebastugaskan sejak 9 Mei 2024. Kementerian Keuangan mengambil keputusan tersebut guna mempermudah proses pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Rahmady sebelumnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm Andreas.
Andreas menilai ada kejanggalan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rahmady.
Dugaan tersebut bermula dari kerja sama antara perusahaan istrinya Margaret Christina dengan Wijanto Tirtasana, klien Andreas, sejak 2017. Kerja sama tersebut berkaitan dengan ekspor impor pupuk.
Rahmady memberikan pinjaman uang senilai Rp7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.
Namun, Wijanto mengaku menerima ancaman dari Rahmady dan istrinya soal uang pinjaman. Andreas sebagai kuasa hukum Wijanto kemudian menelusuri kasus, yang berujung pada temuan mengenai LHKPN Rahmady.
Berdasarkan hasil penelusurannya, Rahmady melaporkan harta sebesar Rp3,2 miliar pada 2017. Pun pada 2022, harta yang dilaporkan hanya sebesar Rp6,3 miliar. Sementara jumlah pinjaman yang diberikan kepada kliennya mencapai Rp7 miliar.
Di samping melaporkan ke KPK, Andreas juga menyambangi Kementerian Keuangan untuk meminta kepastian hukum.
“Kedatangan kami bukan karena ada masalah dengan instansi negara, tapi setelah kami pelajari kasusnya, ada kejanggalan LHKPN. Ini sebenarnya ranah personal, tapi setelah melihat ada kejanggalan, sebagai warga negara yang baik kami mencoba melaporkan tindakan ini,” jelas Andreas di Kementerian Keuangan, Senin.