ERA.id - Seorang santriwati berinisial NI, meninggal pada Sabtu pagi (29/6) usai dirawat medis selama 16 hari. Perawatannya berpindah, mulai dari poliklinik, ke puskesmas, dan berakhir di RSUD dr. Raden Soedjono Kabupaten Lombok Timur.
Meninggalnya anak gadis asal Ende, Nusa Tenggara Timur itu menyisakan tanya di benak orang tuanya. Sebab beredar kabar, korban dianiaya sejumlah orang di tempat NI menuntut ilmu, yakni Ponpes Al-Aziziyah, Lotim.
Konon, NI dihantam balok kayu dan sajadah hingga mata kiri korban bengkak dan bagian kepala sebelah kanannya benjol. Makanya, orang tua korban melapor ke polisi lalu memilih mengautopsi jenazah NI di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram untuk mengungkap penyebab NI meninggal.
Sementara Polresta Mataram, Nusa Tenggara Barat, telah menerima hasil visum almarhumah dan menjadikannya dasar memulai penyidikan.
"Jadi, para pihak yang sebelumnya kami undang untuk memberikan keterangan, kami panggil lagi sebagai saksi untuk jalani pemeriksaan, hari ini (kemarin) kami layangkan panggilan," kata Kepala Satreskrim Polresta Mataram, Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Senin kemarin.
Para pihak tersebut, kata dia, tidak hanya dari orang tua korban, tetapi pemeriksaan juga mengarah pada pihak Ponpes Al-Aziziyah. "Tenaga medis yang pernah menangani perawatan korban dari poliklinik, puskesmas, sampai RSUD dr. Raden Soedjono juga kami agendakan untuk menjelaskan soal visum," ujarnya.
Kasatreskrim menjelaskan bahwa hasil visum berasal dari poliklinik dan puskesmas. "Nanti hasil visum yang dari RSUD dr. Raden Soedjono kami minta dalam agenda pemeriksaan," katanya.
Meski enggan mengungkapkan hasilnya, Yogi memastikan pihaknya telah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum dari penanganan laporan di tahap penyelidikan.
Perihal autopsi jenazah NI, pihak kepolisian belum mendapatkan hasil resmi dari Rumah Sakit Bhayangkara Mataram. "Jadi, hasil autopsi masih kami tunggu, nantinya akan jadi kelengkapan alat bukti," ucap dia.
Sebelumnya Ponpes Al-Aziziyah menyatakan tidak menemukan adanya bukti penganiayaan santriwati NI (13). "Jadi, dari hasil cek kami di pondok, semua ustazah, santriwati teman NI ini sekamar, bibi dapur tempat dia sering cerita, CCTV yang ada di sini juga sudah kami periksa semua, tidak ada bukti yang mengarah pada dugaan penganiayaan, itu makanya kami heran," kata Herman Sorenggana, kuasa hukum Ponpes Al-Aziziyah di Lombok Barat, Kamis 27 Juni silam, sebelum NI meninggal.
Bila ada keributan atau perkelahian sesama santri maupun dengan tenaga pengajar dan pengasuh asrama, jelas dia, pihak ponpes pasti mengetahui hal tersebut. Dia turut menceritakan bahwa pihak ponpes sudah menelusuri aktivitas santriwati NI sebelum dilarikan ke RSUD dr. Raden Soedjono di Kabupaten Lombok Timur.
"Kami telusuri aktivitasnya dari tanggal 12 sampai 14 Juni 2024," ucapnya.
Pada 12 Juni 2024 itu santriwati NI terdengar mengeluhkan benjolan nanah seperti jerawat pada bagian hidung. Rekan NI sempat menyarankan untuk berobat ke klinik.
"Tetapi, saran itu tidak dihiraukan, malah santriwati kami ini dilihat temannya menusuk benjolan itu dengan jarum pentul," ujar dia.
Kemudian, esok harinya, pada Kamis sore (13/6), santriwati NI mengeluh sakit demam dan benjolan nanah pada hidungnya tersebut sudah nampak pecah dan berlubang.
"Dokter kami waktu itu langsung cek, santriwati NI dibawa ke klinik kami, dikasih obat sesuai keluhan sakit. Keluhannya itu demam dan bengkak di bawah mata," kata Herman.
Karena kondisinya tidak kunjung membaik, kata dia, pihak ponpes kemudian menghubungi orang tua NI yang berdomisili di NTT.
"Jadi, setelah hubungi keluarganya beri tahu kondisi kesehatan NI, pamannya atau wali dari santriwati kami ini menjemputnya, Jumat sore (14/6)," ujarnya.
Dari pantauan CCTV pada Jumat sore (14/6), Herman memastikan bahwa santriwati NI tampak masih bisa berjalan menuju kendaraan jemputan.
"Itu makanya, kami kaget setelah melihat kondisi NI di rumah sakit, itu berbeda dengan kondisinya saat meninggalkan pondok. Itu berjarak lima hari dari penjemputan," ucap dia.
Dengan menceritakan hasil penelusuran demikian, Herman mengatakan pihak ponpes juga ingin mengetahui apa penyebab gangguan kesehatan santriwati NI.